JAKARTA, TODAY– Bank Dunia memperkiÂrakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II 2016 sebesar 5,1 persen atau naik 0,2 persen dari PDB kuarÂtal I 2016 sebesar 4,9 persen.
“Kebijakan keuangan yang penuh kehati-hatian, peningÂkatan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan reformasi kebijakan guna memperkuat iklim investasi telah menopang pertumbuÂhan di kisaran 5,1 persen,†ujar Rodrigo Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia di InÂdonesia, Senin (20/6/2016).
Chaves merinci setidaknya ada tiga faktor pendongkrak pertumbuhan ekonomi InÂdonesia. Pertama, munculÂnya kebijakan moneter dan perkembangan kurs tukar valuta yang bersamaan denÂgan kondisi keuangan internaÂsional yang membaik. Kedua, pemerintah memÂprioritaskan belanja infraÂstruktur publik. Ketiga, reÂformasi peraturan melalui paket kebijakan ekonomi muÂlai menghasilkan peningkatan jangka menengah, terutama dalam hal perdagangan dan investasi.
Meski demikian, Chaves menilai bahwa pertumbuhan ekonomi global yang belum sepenuhnya membaik bisa menjadi kendala bagi IndoneÂsia dalam mendorong keperÂcayaan investor.
Investasi Swasta
Sebagai solusinya, Chaves menilai Indonesia perlu meÂningkatkan investasi swasta sebab realisasi penerimaan negara yang minim telah mengakibatkan dilakukanÂnya pemangkasan anggaran. Termasuk anggaran untuk membangun infrastruktur, yang dipastikan mengganggu rencana investasi dari pemerÂintah.
Senada dengan Chaves, Direktur Eksekutif Indonesia Service Dialog (ISD) Sinta SirÂait menyatakan bahwa pihak swasta dapat memberikan peran besar dalam pertumbuÂhan ekonomi Indonesia. “KaÂlau dari swasta, sudah harus dipersiapkan suatu bundling manufaktur. Jadi, dipilih-pilih dari semua sektor kemudian dijadikan satu untuk sama-sama meningkatkan investasi dari swasta ini,†ujar Sinta dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menÂcapai 5,1 persen pada 2016 dan berpeluang naik menjadi 5,3 persen pada tahun depan.
Kepala Ekonom Bank DuÂnia untuk Indonesia Ndiame Diop menilai ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah pada tahun ini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dorongan pertumbuhan akibat ekspansi fiskal mesti tertahan akibat kondisi pelemahan global yang memburuk.
“Minat investasi sektor swasta tahun ini masih terÂtolong oleh paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, namun kami juga menyoroti dampak perlamÂbatan ekonomi global terhaÂdap pelemahan konsumsi sekÂtor swasta,†ujar Diop dalam paparan perkembangan ekoÂnomi kuartalan Bank Dunia di Jakarta, beberapa bulan lalu.
Bank Dunia juga sempat memangkas proyeksi pertumÂbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,4 persen dari prediksi sebelumnya 2,9 persÂen pada Januari lalu. Revisi ini mempertimbangkan perÂlambatan ekonomi sejumlah negara maju, harga komoditas yang rendah, masih lemahnÂya perdagangan global, dan berkurangnya arus modal.
Dalam Laporan ProsÂpek Ekonomi Global terbaru Bank Dunia disebutkan, negÂara-negara berkembang dan eksportir komoditas berjuang untuk beradaptasi dengan tren pelemahan harga minyak dan komoditas kunci lainnya. Fenomena kejatuhan harga komoditas ini menyumbang separuh dari koreksi ke bawah prospek ekonomi global.
Perekonomian negara-negara berkembang yang mengandalkan ekspor koÂmoditas ini diprediksi hanya akan tumbuh 0,4 persen dari proyeksi sebelumnya 1,2 persÂen pada Januari.
(Yuska Apitya/dtk)
Bagi Halaman