JAKARTA, TODAY—PT Pertamina (Persero) berhasil mengamankan USD925 juta atau seÂtara Rp 12,25 triliun dari program penghemaÂtan Breakthrough Project New Initiatives yang dijalankan perusahaan sampai Mei 2016.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menjelaskan penghematan setara Rp 12,25 triliun tersebut berhasil diraih melalui beragam cara. Pertama adalah dengan melakukan negosiasi konÂtrak baru, renegosiasi kontrak-kontrak yang sudah berjalan, optimasi invenÂtory, dan sentralisasi material procureÂment yang menimbulkan penghematan USD144 juta.
Sementara revitalisasi unit bisnis InÂtegrated Supply Chain (ISC), berhasil menghasilkan penghematan USD61,9 juta dari selisih Alpha serta dari realisasi aktivitas pengadaan minyak mentah serÂta produk turunannya.
Untuk Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak yang bertujuan utama unÂtuk menekan losses dapat meraih total USD94,81 juta. Kegiatan Marketing OpÂeration Excellence melalui berbagai terobosan kegiatan marketing seperÂti sales Pertalite, efisiensi biaya perkaÂpalan dengan optimalisasi tonase kapal dan bunker Shipping memberikan nilai tambah sebesar USD63 juta.
Selain itu, efisiensi pengolahan yang bersumber dari optimalisasi bottom products di kilang dan efisiensi energi dapat memberikan nilai tambah sebesar USD22,78 juta. Sementara itu, efisiensi per direktorat dengan cara optimalisasi biaya operasi telah mencapai USD71 juta. “Namun efisiensi terbesar datang dari optimalisasi biaya operasi anak peÂrusahaan yang mencapai USD412 juta,†kata Dwi dalam keterangan resmi, Rabu (22/6/2016).
Secara keseluruhan, mantan bos PT Semen Indonesia Tbk itu mengklaim reÂalisasi penghematan USD925 juta itu 48 persen lebih tinggi dibandingkan target. “Kami menargetkan nilai tambah dari keÂgiatan ini dapat mencapai USD1,64 miliar hingga akhir tahun,†kata Dwi.
Kinerja Hilir dan Efisiensi
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReÂforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai keberhasilan Pertamina melakuÂkan penghematan bisa menjadi kunci bagi perusahaan untuk meningkatkan perolehan labanya di akhir tahun yang sempat merosot.
Menurut Komaidi, selama ini sektor hilir Pertamina banyak menanggung beÂban penugasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan kerugian dari bisnis liqÂuefied natural gas (elpiji) 12 kilogram (kg) .
Berly Martawardaya, pengamat ekonomi energi dari Universitas InÂdonesia, menjelaskan segmen usaha Pertamina yang terintegrasi dari hulu hingga hilir bisa jadi berdampak positif bagi kinerja perseroan di tengah harga minyak yang rendah. Namun, hal itu tentu saja harus dilihat saat laporan keuangan Pertamina dirilis nantinya. “Untuk mempertahankan kinerja keuangan yang positif hingga akhir tahun, Pertamina harus tetap menÂjaga efisiensi di sektor hilir,†katanya.Pertamina pada kuartal I 2016 berhasil menjual BBM sebanyak 15,08 juta kiloliÂter (KL), naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,86 juta KL BBM. Kenaikan volume penjualan diikuti dengan peningkatan keuntungan yang signifikan seiring turunnya harga rata-rata minyak dunia.
Tidak hanya dari premium, penjuaÂlan bahan bakar khusus Pertamina, sepÂerti pertalite dan pertamax series naik signifikan. Pertalite yang sejak dilunÂcurkan pada Juli 2015 hingga akhir 2015 mencatat penjualan 370 ribu KL, pada tiga bulan pertama 2016 telah membuÂkukan penjualan 590 ribu KL. Kenaikan signifikan juga dicatat pertamax yang sepanjang kuartal I 2016 telah terjual 1,08 juta KL atau 40 persen dari total penjuaÂlan sepanjang 2015 yang mencapai 2,64 juta KL.
Penjualan produk non-BBM juga meningkat dari 3,29 juta KL menjadi 3,46 juta KL. Pangsa pasar pelumas pun membesar, yakni 59 persen pada kuartal I 2015 menjadi 59,1 persen pada kuartal I lalu.
Selain sektor hilir, kinerja sektor hulu Pertamina juga meningkat. Produksi minyak Pertamina pada kuartal I 2016 mencapai 306,25 ribu barel per hari (bph), naik dari periode sama tahun lalu yang sebesar 267,9 ribu bph. Produksi gas juga meningkat dari 1,62 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) menjadi 1,98 BSCFD.
Demikian pula produksi panas bumi meningkat menjadi 761,51 gigawatt hour (GWh) dari sebelumnya 716,16 GWh.
Pertamina juga mencatat kinerja di sektor pengolahan dengan imbal hasil produk atau yield valuable prodÂuct mencapai 76,96 persen pada kuartal I 2016. Angka ini lebih tinggi dari periode sama tahun lalu yang mencapai 71,16 persen. Sementara total hasil olahan kilang atau total output kilang meninÂgkat dari 70,08 juta barel menjadi 75,94 juta barel.
Jokowi Khawatir
Sementara itu, Presiden Joko WidoÂdo (Jokowi) selaku Ketua Umum Dewan Energi Nasional (DEN) kemarin meneÂtapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Jokowi inginkan RUEN bisa menjawab berbagai tantangan perkemÂbangan energi global, khususnya harga minyak yang rendah. “Hari ini adalah penetapan RUEN, kita dan juga penamÂbahan anggota DEN dan isu strategis lainÂnya,†terang Jokowi membuka rapat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/6/2016).
RUEN meliputi arah dan peta jalan energi nasional sampai dengan 2050. Semua komponen energi, termasuk para stakeholder (pemangku kepentÂingan) akan tercakup di dalamnya. Baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta swasta. “Saya minta RUEN dapat menÂjawab permasalahan energi saat ini, serta dapat mengantisipasi perkembangan enÂergi global,†jelasnya.
Harga minyak dunia yang rendah, menurut Jokowi harus dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola sektor energi dan penguatan cadangan penyangga sebagai antisipasi dari perkembangan masa depan. “HaÂrus menjadikan peluang untuk memperÂbaiki tata kelola sektor energi kita, sektor migas dari hulu sampai hilir,†ungkap Jokowi.
Dalam RUEN juga akan mencakup perkembangan energi baru dan terbaruÂkan. Jokowi menilai energi yang ramah lingkungan tersebut harus dikembangÂkan secara agresif. “Kita juga tidak bisa lagi menunda-nunda program EBT dan pengembangan EBT harus dipercepat lima kali lipat pada 2025 agar bauran EBT mencapai 23%. Tidak boleh ada ego sekÂtoral dan pengembangan EBT merupakÂan komitmen kita bersama, komitmen nasional kita,†tandasnya.(Yuska
Apitya/ed:Mina/dtk)
Bagi Halaman