NATUNA TODAY– Kehadiran Presiden Joko Widodo di PerÂairan Natuna, Kepulauan Riau, menegaskan posisi kedaulatan NKRI di wilayah Natuna yang kerap terjadi illegal fishing. PresÂiden ingin Perairan Natuna raÂmai oleh nelayan Indonesia.
“Sudah ada pikiran presÂiden untuk mengalihkan hampir 6.000 kapal nelayan dekat Jawa, yang sudah crowded bisa juga main di sini daripada orang lain yang main di sini,†ucap Menko Polhukam Luhut Pandjaitan di KRI Imam Bonjol yang berlaÂyar di perairan Natuna, Kamis (23/6/2016).
Rencana ‘meramaikan’ neÂlayan karena potensi perikanan yang besar di Perairan Natuna. Tak hanya itu, potensi minyak dan gas juga besar di Natuna. Terdapat sekitar 16 blok untuk migas, di mana 5 blok sudah berproduksi dan 11 blok sedang bereksplorasi.
Menteri Kelautan dan PeriÂkanan Susi Pudjiastuti setuju agar nelayan di Jawa melaut di Perairan Natuna. Dia lalu menÂgomentari soal potensi ‘geseÂkan’ antarnelayan lokal dengan nelayan dari Jawa bila semua nelayan diizinkan melaut di PeÂrairan Natuna. “Dulu nelayan asing diam saja, sekarang ada nelayan dari Jawa nggak boleh,†kata Susi singkat.
Selain meninjau Perairan Natuna, Jokowi juga menggelar rapat di atas KRI Imam Bonjol. Hadir dalam rapat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Luhut Pandjaitan, Menlu RetÂno Marsudi, Seskab Pramono Anung, Menteri ESDM Sudirman Said, KSAL Laksamana Ade SuÂpandi, Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Kepala Badan Keamanan Laut Arie Soedewo, serta GuÂbernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun.
Sebagaimana diketahui, PerÂairan Natuna pada bagian utara wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) diklaim sebagai bagian dari Laut China Selatan yang diklaim China nelayan tradisionalnya bisa melaut di sana. Padahal, poÂsisinya jelas ZEE Indonesia tidak boleh ada aktivitas penangkaÂpan ikan. Akibatnya, beberapa kali nelayan China berhadapan dengan TNI AL. Terakhir penÂangkapan oleh KRI Imam Bonjol yang dipimpin oleh Koarmabar. (Yuska Apitya)/fdn/ed:Mina)
Bagi Halaman