JAKARTA, TODAY—Presiden Joko Widodo mendesak gubernur dan walikota memangÂkas tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan restribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) guna memÂpercepat pemenuhan kebutuhan rumah umum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Ini juga dalam rangka mendukung Program Nasional PembanÂgunan Sejuta Rumah.
Amanat Jokowi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) NoÂmor 5 Tahun 2016 tentang Pemberian Pengurangan dan/atau Keringanan atau Pembebasan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHATB) RetriÂbusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Umum Bagi Masyarakat BerÂpenghasilan Rendah (MBR).
Namun, dalam Inpres yang terbit pada 22 Juni 2016 itu, Jokowi meminta seluruh kepala daerah menurunkan tarÂif BOHTB dab IMB sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, serta menyesuaikan dengan kemamÂpuan keuangan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta melaporkan secara berkala kepada Presiden melalui MenÂteri Dalam Negeri,†bunyi diktum ketiga Inpres, seperti dikutip dari situs SekreÂtariat kabinet, Kamis (30/6/2016).
Sementara untuk bupati/walikota diinstruksikan untuk melaporkan seÂcara berkala kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah dan Gubernur melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
Instruksi Presiden ini sejalan dengan desakan para pengembang properti, yang ingin tarif pajak penghasilan (PPh) final dan BPHTB atas jual-beli propÂerti diturunkan dari tarif saat ini yang masing-masing sebesar 5 persen. BerÂdasarkan laporan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) ke Bursa Efek Indonesia, ada potensi Dana Investasi Real Estate (DIRE) sekitar Rp71 triliun jika menilik jumlah aset properti komerÂsial yang beroperasi di Indonesia saat ini. Namun, itu hanya bisa dimanfaatkan untuk membangun hunian jika pemerÂintah pusat dan pemerintah daerah kompak memangkas pajak penghasilan (PPh) final dan BPHTB.
Sementara itu, Colliers International Indonesia memprediksi pertumbuhan investasi di sektor properti pada semesÂter II 2016 sebesar 5 persen.
Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers International IndoÂnesia menyatakan jajarannya tidak beÂrani memprediksi pertumbuhan yang tinggi karena kondisi perekonomian yang dirasa masih belum membaik, sehingga kecenderungan investasi properti masih turun. “Makanya perÂtumbuhan 5 persen. Karena memang kecenderungannya masih turun sekaÂrang ini,†katanya, Kamis (30/6/2016).Menurutnya, beberapa lini sektor propÂerti secara umum masih sulit untuk tumÂbuh dalam tahun ini, salah satunya inÂdustri. Ferry meyakini, investasi dalam sektor industri masih akan sulit untuk tumbuh kecuali jika ada satu transaksi yang sangat besar pada tahun ini. “Akan membantu jika ada satu transaksi yang sangat besar untuk sektor industri,†unÂgkapnya.
Berdasarkan data penjualan kaÂwasan industri, total penjualan lahan hingga semester I 2016 baru mencapai 13,9 persen atau 29,03 hektare dari toÂtal penjualan 347,51 hektare sepanjang tahun 2015.
Selain itu, untuk penyewaan aparteÂmen juga dinilai masih sulit untuk tumÂbuh. Menurut Ferry, sentimen untuk pasar masih rendah untuk apartemen saat ini. Data yang dimiliki Colliers InternationÂal menunjukkan, tidak ada penawaran peÂnyewaan apartemen pada kuartal II 2016, sehingga total unit yang ditawarkan masih sama yaitu berjumlah 8.780 unit.
Namun, pada tahun depan akan ada pengembangan apartemen baru, yaitu di antaranya Oakwood Wordwide, FrasÂers Hospitality and The Ascott Limited, dan Lavish Kemang Serviced Apartment.
Proyek tersebut akan fokus di area bisnis (Central Business District/CBD) dan Jakarta Selatan. Di mana sekitar 44 persen berada di area CBD dan 35 persÂen di Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Ferry menjelaskan, untuk gedung perkantoran masih akan tetap terjadi over supply atau suplai yang berlebih hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Colliers, suplai unit perkantoran sewa di area CBD pada kuartal II tahun ini seluas 5,46 juta meÂter persegi. Sementara, suplai unit perÂkantoran di luar area CBD seluas 2,89 juta meter persegi.
Sementara, tingkat okupansi sewa gedung perkantoran di area CBD menuÂrun menjadi 85,6 persen jika dibandingÂkan dengan periode sebelumnya sebesar 93,7 persen. Sementara, untuk perkanÂtoran di luar area CBD tingkat okupanÂsinya menurun menjadi 85,6 persen dari periode sebelumnya 93,7 persen. “Jadi kalau lihat mana yang akan bergerak saya pikir akan dalam level yang sama, artinya tidak ada yg lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk. Lebih baiknya palÂing beda-beda tipis, tidak akan ada satu yang menonjol, paparnya.
Dampak Pengampunan Pajak
Terkait dana hasil repatriasi dari pengampunan pajak (tax amnesty), Ferry belum bisa memastikan akan berpengaruh besar terhadap properti. Hal ini karena pemerintah masih meneÂtapkan penggunaan dana hasil repatriasi tax amnesty nantinya akan didahulukan untuk produk pemerintah, seperti obliÂgasi dan pasar modal.
Namun, ia menilai sisi positif muncul ketika dana ditampung dalam bidang properti, khususnya infrastruktur. Hal itu dapat menjadi penunjang kenaikan bagi penjualan kawasan industri. “Nah jika ke sektor pemerintah maka ini bisa ada positifnya, kan membantu proyek pemerintah terkait infrastruktur. Nah ini bisa menjadi katalisator untuk sektor properti, salah satunya industri,†kata dia.
“Kalau nanti sudah mulai dibuka atau uangnya sudah mulai masuk, yang perlu diawasi adalah jangan sampai uang itu masuk berlebihan dalam waktu yang sama. Sehingga tidak menimbulkan keÂnaikan harga yang tidak terkontrol,†imÂbuhnya. (Yuska Apitya Aji/ed:Mina)
Bagi Halaman