mudikMUDIK untuk merayakan hari kemenangan Idul Fitri akan segera dimulai karena sebentar lagi bulan pusa Ramadhan berakhir. Setiap orang akan mengusahakan untuk mudik meski tidak nampak apakah seseorang itu berhasil lulus ujian nafsu saat Ramadhan. Mudik sudah menjadi tradisi untuk berkumpul bersama-sama dengan keluarga dirumah. Perilaku mudik yang biasa dilakukan yaitu menggunakan kendaraan pribadi baik motor dan mobil.

Oleh: BAHAGIA, SP., MSC. SEDANG S3
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan IPB dan
Dosen Tetap UIKA Bogor.

Setiap orang yang pak­ai kendaraan untuk mudik berpotensi un­tuk menghasilkan gas emisi. Emisi dihasilk­an dari sisa pembakaran bahan bakar minyak baik solar dan bensin yaitu karbondioksida (CO2) dari kendaraan. Menurut BPS (2015) Konsentrasi gas emi­si karbondioksida meningkat selama empat tahun terakhir. Pada tahun (2010) konsentrasi CO2 sebesar 53722,8 ribu ton. Kemudian meningkat men­jadi 59 544,0 ribu ton tahun (2011). Konsentrasi CO2 tahun (2012) meningkat lagi menjadi 65 898,2 ribu ton. Begitu juga pada tahun (2013) 68 683,0 ribu ton.

Saat ini gas emisi kaca yang paling dominan yaitu gas CO2. Emisi GRK disumbang oleh 76,7 persen gas CO2 dari ha­sil aktivitas manusia, baik dari penggunaan bahan bakar fo­sil (56,6 persen), penebangan hutan, pembusukan biomasa, dan lainnya (17,3 persen) dan CO2 dari lainnya (2,8 persen) (IPPC,2007). Meningkatnya konsentrasi gas emisi kaca ini akibat perilaku konsumtif ma­syarakat Indonesia akan kenda­raan. Dengan itu jumlah gas emisi kaca akan terus bertam­bah pada tahun berikutnya.

Pada saat musim mudik tiba maka makin banyak gas emisi yang terbuang ke udara. Kon­sumsi bahan bakar semakin banyak maka semakin banyak kita berperilaku buruk terhadap alam. Selain itu, penggunaan AC mobil sebagai sumber gas emisi kaca juga meningkat. Terlebih terjadi macet maka konsentrasi emisi kaca akan bertambah banyak. Bersamaan dengan itu konsumsi bahan bakar juga akan bertambah. Jelas AC dan sisa pembakaran bahan bakar seb­agai sumber emisi terbesar kede­pannya. Meningkatnya gas emisi kaca itu berpengaruh buruk bagi kondisi kenyamanan dibumi.

Iklim pastinya terasa berubah. Banjir dan kekeringan sebagai gejala perubahan iklim maka dari transportasi penye­bab utama perubahan iklim. Terasa makin sumpek dan bumi makin panas sehingga makin tidak nyaman. Jika kita kembali makna mudik yaitu menjalin si­laturahmi dengan keluarga dan kerabat terdekat. Silaturhami ini nampak harus kita rayakan karena itulah kekuatan keluarga yang harus terjalin. Minta maaf kesalahan dengan bertemu kangsung harus dilakukan.

Hal yang dilupakan yaitu buangan emisi yang berpotensi membuat iklim berubah. Disini hubungan secara sosial terjalin dengan baik namun hubungan ekologis tidak terjalin dengan baik. Gas emisi justru semakin banyak dan bertambah. Efek dari buangan kendaraan tadi dapat membuat iklim tidak sta­bil jangka panjang. Jadi jangan salah, dengan konsumsi kenda­raan yang berlebihan sama arti­nya memperbanyak konsentrasi gas emisi kaca diudara. Emisi itu akan bertambah. Jika bert­ambah maka suhu akan mening­kat karena CO2 dapat membuat suhu tidak stabil.

Meningkatnya suhu merubah perilaku adaptasi ma­nusia. Bahkan, merusak ling­kungan secara global. Ternyata dengan perilaku mudik, kita telah membuat iklim global berubah. Suhu panas akan kita rasakan. Suhu yang berubah-ubah akan kita rasakan. Den­gan banyaknya gas emisi yang terbuang maka berapa banyak manusia dan makhluk yang ter­ampas hak-haknya atas udara yang bersih. Berapa banyak pula manusia yang sakit karena menghirup gas emisi. Secara langsung orang lain terkena efek buruk dari emisi. Kita be­lum bisa menjaga kebersihan ibadah setelah berpuasa.

Kita ternyata melakukan pencemaran udara. Udara yang tercemar tanda bahwa kita be­lum mau menjaga kebersihan lingkungan hidup agar hidup sehat. Menjaga hak-hak manusia mendatang yang butuh udara yang bermutu. Orang kalau sudah berpua­sa pasti dikatakan baik. Jika kita lihat dari udara yang ko­tor maka bukti bah­wa manusia itu tidak takut kepada Allah karena cenderung membuat udara ko­tor. Jika kesadaran ibadah seseorang su­dah tinggi dan baik maka jelas ia berpikir salah kalau mem­buang zat pencemar ke udara bebas. Udara itu akan tetap tercemar karena peningkatan gas emisi tidak dibarengin dengan solusi jangka panjang.

Kedua, jalanan macet. Fakta itu membuat kita sadar bahwa jalan sulit un­tuk diperluas karena adanya dua pertim­bangan sulit. Jika lahan untuk jalan diperluas maka ruang terbuka hijau semakin sempit. Bencana ekologis seperti banjir tidak bisa diatasi. Bermula ingin menga­tasi macet justru kini malah ke­banjiran. Ada beberapa solusi yang harus dilakukan. Pertama, lakukan sosialisasi penggunaan bus gratis pemerintah ke dae­rah-daerah sehingga pemudik akan menggunakan kendaraan gratis dari pemerintah.

Pemudik akan tahu di­mana saja ada bus-bus gratis. Usahakan juga makin banyak bus yang murah sehingga pub­lik melirik kendaraan publik ketimbang kendaraan sepeda motor dan mobil pribadi. Berkurangnya penggunaan kendaraan pribadi akan menu­runkan beban emisi kaca ke udara bebas. Jalanpun tidak akan macet karena terorganisir dengan baik. Jika tidak macet maka langsung dapat meng­hemat bahan bakar. Emisipun dapat dikurangi dengan cara ini. Kedua, fasilitas kendaraan segera lakukan pembenahan.

Bus-bus yang sudah tua segera diganti dengan bus den­gan umur yang muda sehingga konsumen tertarik untuk pak­ai kendaraan publik. Ketiga, pemerintah sebaiknya mem­batasi kepemilikan kendaraan pribadi sehingga tidak setiap keluarga punya kendaraan prib­adi. Ada baiknya pemerintah menyediakan fasilitas transpor­tasi kepada publik sehingga ti­dak perlu membeli kendaraan. Dengan pembatasan kepemi­likan kendaraan dapat mengu­rangi konsumsi akan kendara­an. Sementara kendaraan yang lama jika tidak layak lagi harus diberhentikan untuk tidak layak jalan. Apalagi tidak lulus uji emi­si. Dengan cara ini tidak banyak pergantian dari kendaraan yang tua ke kendaraan yang baru.

Terakhir, pemerintah sebai­kanya menjaga kebersihan ling­kungan terminal. Dengan cara itulah terminal bus-bus menjadi bersih dan Indah. Kebersihan dan keindahan terminal men­jadi daya tarik bagi konsumen untuk menggunakan bus untuk pergi ke kampung halamannya. Keenam, ongkos untuk naik bus harusnya lebih murah diband­ingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Dengan cara ini masyarakat akan melirik kendaraan publik untuk balik ke kampung halaman. Pemerintah harus bekerja sama dengan bus-bus yang dimiliki perusahaan swasta sehingga kendaraan mu­rah untuk mudik.

Area lampiran

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================