B1---13-7-2016-Bisnis-RevisiOleh : Yuska Apitya
[email protected]

BANK Indonesia (BI) berencana melonggarkan aturan Loan To Value (LTV) atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dengan kebijakan ini, uang muka atau Down Payment (DP) KPR yang dibayar nasabah jadi lebih murah.

Aturan DP lebih ringan ini rencananya berlaku Agus­tus 2016. Program ini juga masih menunggu terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI).

PT Bank Tabungan Negara (Per­sero) Tbk (BBTN) menyambut baik kebijakan Bank Indonesia (BI) yang akan melakukan relaksasi LTV (loan to value). “Kan baru mulai bulan Agustus, sekarang kan belum keli­hatan tapi yang jelas kelonggaran itu akan memberikan dampak posi­tif akan memberikan dorongan un­tuk menaikkan rangsangan di prop­erti,” kata Direktur Utama BTN, Maryono, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, kemarin.

Meski begitu, Maryono men­gatakan, belum akan menaikkan tar­get penyaluran KPR dengan adanya pelonggaran LTV. Pihaknya masih optimistis dengan target tahun ini sebesar 570.000 unit rumah. “Kita belum menaikkan secara drastis karena terus terang target kami yang kita buat tahun ini itu sudah menunjukkan ada optimisme yang tinggi,” tutur Maryono.

Maryono menyebut, realisasi KPR hingga kuartal II-2016 sudah disalurkan ke 120.000 unit rumah. “Permintaan masih cukup banyak, Kuartal II mencapai sekitar 120.000 unit, KPR dan konstruksi, sebagian besar KPR subsidi,” ujarnya.

Ia menargetkan, penyaluran KPR BTN pada akhir tahun ini bisa mencapai 570.000 unit rumah dengan nilai Rp 60 triliun. “Target 570.000 unit sampai akhir tahun. Nilainya kalau 570.000 kurang lebih Rp 60 triliun,” lanjut Maryono.

Selain itu, ia menambahkan, dampak penurunan Loan To Val­ue (LTV) yang akan diberlakukan BI pada Agustus mendatang belum memberikan dampak terhadap per­mintaan KPR. «Sampai sekarang karena LTV di kelas menengah, bu­kan kelas subsidi, belum kelihatan. Juli atau Agustus ini mudah-mudah­an sudah kelihatan,» tutur Maryono.

Saat ini, dengan aturan LTV lama alias sebelum mengalami pe­rubahan, pembeli rumah pertama dengan luas di atas 70 meter persegi dikenakan LTV 80%, yang artinya pemohon harus menanggung DP 20% dari harga rumah.

BACA JUGA :  Gunung Semeru Letuskan Abu Vulkanis Setinggi 700 Meter di Atas Puncak Senin Pagi Ini

Direktur Utama BCA Jahja Se­tiaatmaja mengungkapkan, regu­lasi baru terkait LTV tersebut tentunya bakal mendorong pening­katan kredit yang berasal dari KPR. “Menjelang Lebaran ada perminta­an meningkat, tapi memang belum terlampau tinggi. Untuk KPR juga saya kira dengan adanya LTV yang disesuaikan itu positif, bisa bantu sedikit banyak untuk KPR,” kata Jahja, kemarin.

Menurutnya, untuk peningkatan KPR sebelum Lebaran sendiri, dia belum menghitung berapa kenaikan KPR dari bank terbesar ketiga di In­donesia dari sisi aset tersebut.

“Saya belum dapat laporan, ha­rusnya sih sudah dekati angka De­sember lah. Saya kira per Juni sudah dekati angka Desember,” jelas Jahja.

Keberadaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) selama ini dipandang memberikan keuntungan bagi bank saja. Padahal, KPR juga memberi­kan keuntungan bagi peminjam kredit (debitur) itu sendiri dan juga pengembang (developer).

Selain itu, KPR juga mendukung pemerintah dalam mewujudkan impian warga untuk mendapatkan rumah, atas jual beli tanah/bangu­nan. Adapun bentuk keuntungan­nya berupa pemasukan pemerintah berupa pajak dan biaya perizinan sebagai berikut, sebagaimana diku­tip dari buku Jangan Salah Memilih KPR, karya Slamet Ristianto.

– Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak penghasilan atas pen­galihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayarkan oleh si penjual karena merupakan pihak yang menerima uang dari hasil pen­jualan. Besarnya adalah 5 persen dari besarnya harga jual atau nilai berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) atau transaksi tanah. Jadi, jika seseorang menjual tanahnya seharga Rp100 juta, maka dia berke­wajiban membayar PPh sebesar Rp5 juta. Pajak ini disetorkan me­lalui bank menggunakan formulir setoran pajak.

– Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Besarannya pun sama dengan PPh yakni 5 persen dari harga jual, tetapi mempertimbangkan nilai perolehan tidak kena pajak. Nilai Perolehan Objek Pajak yang Tidak Kena Pajak (NPOP TKP) besarnya bervariasi tergantung peraturan pemerintah daerah setempat. Mis­alnya NPOP TKP ditetapkan Rp60 juta, jika harga tanahnya Rp100 juta, maka BPHTB yang harus dibayar adalah:

BACA JUGA :  Sayur Lodeh Malaysia, Wajib Cobain Menu Lezat Ini Bikin Ketagihan

= 5 persen x (Rp100 juta – Rp60 juta)

= 5 persen x Rp40 juta

= Rp2 juta

Dari perhitungan tersebut, bisa Anda membayangkan berapa jum­lah pajak yang akan diterima jika harga rumah yang dibeli KPR nilain­ya miliaran Rupiah? Besar, apa­lagi proses pembelian rumah baru/ bekas melalui KPR tak pernah sepi.

– Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Biaya untuk pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) tergan­tung ketentuan masing-masing Pem­da, luas bangunan dan lokasinya apakah kawasan bisnis atau tidak. Untuk pertokoan tentu berbeda bi­ayanya dengan rumah sederhana.

– Penyediaan Sarana dan Prasa­rana

Keuntungan lain selain langsung berbentuk finansial bagi pemer­intah seperti pajak dan biaya per­izinan adalah tersedianya sarana dan prasarana bagi warga. Pemer­intah tidak mungkin membangun semuanya. Belum lagi belakangan ini para pejabat utama di daerah enggan menjalankan proyek karena takut berhadapan dengan masalah hukum sehingga penyerapan ang­garan rendah.

Kehadiran perumahan oleh pengembang yang didukung den­gan KPR sangat membantu tugas dan fungsi pemerintah untuk me­nyediakan fasilitas sosial seperti puskesmas, klinik, sekolah, pasar, tempat rekreasi/taman bermain, gedung serbaguna, bahkan sampai tempat pemakaman bagi peruma­han besar. Juga fasilitas umum seperti jalan, saluran air/drainase, penerangan umum, jaringan listrik, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya lebih rapi dari sisi pena­taannya.

– Bagi Perekonomian Setempat

Dengan adanya KPR menggerak­kan perekonomian setempat karena para pengembang makin ekspansif membangun perumahan. Ada gula ada semut. Jika banyak peruma­han akan membuka peluang bisnis dan menyerap tenaga kerja. Bank-bank, toko-toko modern, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya, akan mendekati kompleks-kompleks pe­rumahan besar karena pasarnya jelas. Bank-bank pun aktif mema­sang ATM selain untuk membantu nasabahnya juga untuk menangguk keuntungan lain.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================