GABUNGAN Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) optimistis industri di bawah naungannya tumbuh di kisaran 8 persen pada kuartal II 2016 seiring meningkatnya permintaan masyarakat selama Ramadan.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Ketua GAPMMI, Adhi Lukman memÂperkirkaan, terjadi lonjakan perminÂtaan produk makanan dan minuman hingga 30 persen sepanjang Mei-Juli lalu. KeÂnaikan tertinggi terjadi saat Ramadan dan menyumbang signifikan terhadap pertumÂbuhan industri makanan dan minuman. “Permintaan itu kami imbangi juga dengan distribusi sampai ke daerah-daerah karena kami tahu di masa-masa mudik, truk ada yang tidak boleh lewat di jalur tertentu. Saya pantau ke daerah-daerah cukup baik distribusinya,†ujar Adhi di Kementerian Perindustrian, Rabu (13/7/2016).
Selain itu, lanjut Adhi, alÂpanya kenaikan harga produk makanan dan minuman pada tahun ini juga turut memperÂbaiki tingkat pertumbuhan inÂdustri. Terlebih, ada kenaikan upah minimum pekerja yang turut memperkuat daya beli masyarakat. “Sepanjang tahun 2016 ini, pertumbuhan nilai inÂdustri makanan dan minuman lebih stabil karena disokong oleh volume penjualan, tak seperti tahun lalu di mana nilai industri meningkat karena adÂanya kenaikan harga. Apalagi ada kenaikan upah minimum sehingga memicu kenaikan daya beli,†jelas Adhi.
Ia berharap tren pertumbuhan bisa berlanjut pada kuartal III meski saat ini masih ada kekhawatiran penurunan stok karena masih ada larangan melintas truk-truk logistik di jalur khusus mudik. “Kami telah bicara dengan asosiasi angkutan truk dan mereka tengah berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau ditutup terlalu lama juga akan berpengaruh ke stok. Tapi kebetuÂlan minggu ini masih aman, cuma distribusi pangan yang fast movÂing seperti air mineral yang agak bermasalah,» tutur Adhi.
Sebagai informasi, proyeksi GAPMMI itu lebih optimistis dibandÂingkan dengan realiasi pertumbuhan industri makanan dan minuman kuartal I 2016 yang sebesar 7,55 persÂen. Kinerja industri pada Januari-MaÂret itu turut mendongkrak pertumbuÂhan industri non migas, yang sebesar 4,46 persen pada periode yang sama. Di sisi lain, industri pengoÂlahan non-migas menyumbang sebeÂsar 18,41 persen terhadap PDB, di mana kontribusi terbesar diberikan oleh industri makanan dan minuÂman dengan porsi sebesar 31,5 persÂen.
Migas Merosot 40,2 %
Kondisi sebaliknya terjadi untuk industri minyak dan gas (migas). Badan Kebijakan Fiskal (BKF) KeÂmenterian Keuangan mengungkapÂkan, komponen penerimaan yang merosot paling drastis pada semesÂter I 2016 adalah pajak penghasilan (PPh) dari sektor minyak dan gas.
Sektor migas tercatat hanya menyumbang PPh sebesar Rp16,3 triliun ke kas negara, anjlok 40,2 persen dibandingkan dengan yang dikumpulkan oleh fiskus pada paÂruh pertama tahun lalu. Angka tersebut baru 44,9 persen dari tarÂget penerimaan PPh Migas yang dipatok Rp36,3 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. “PPh miÂgas ini memang negatif 40 persen dibandingkan Januari-Juni tahun lalu. Ini bagaimanapun juga karena harga minyak yang cukup rendah dibandingkan setahun yang lalu ,†ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKF, Suahasil Nazara di Gedung DPR, Rabu (13/7/2016).
Selain PPh Migas, lanjut SuahaÂsil, merosotnya penerimaan pajak juga terjadi di pos Pajak PertambaÂhan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Sepanjang Januari-Juni 2016, penerimaan PPN dan PPnBM yang terkumpul sebeÂsar Rp167,7 triliun, turun 4,5 persen dari periode yang sama tahun lalu, Rp175,5 triliun.
Menurutnya, penurunan setoran kedua jenis pajak itu terÂjadi akibat belum pulihnya kegiatan ekspor-impor dan meningkatnya beban restitusi.
Sementara, untuk PPh nonmiÂgas tercatat naik 6,7 persen menÂjadi Rp269,5 triliun. Namun, secara persentase realisasinya baru 32,9 persen dari target Rp819,5 triliun hingga akhir tahun.
Lonjakan signifikan justru terÂjadi pada penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yakni meninÂgkat 48,5 persen setelah berhasil menyumbang Rp700 miliar hingga akhir Juni. Kenaikan juga terjadi pada pos penerimaan pajak lainnya, yakni sebesar 57,6 persen setelah menyumbang Rp4 triliun ke kas negara.
Di sektor kepabeanan dan cukai, realisasi penerimaannya baru sebeÂsar Rp60,2 triliun atau turun 22,4 persen dibandingkan dengan realÂisasi paruh pertama tahun lalu.
Secara keseluruhan, jumlah paÂjak yang berhasil dipungut oleh para fiskus dalam enam bulan pertama tahun ini baru sebesar Rp458,2 triliÂun atau baru 33,8 persen dari target Rp1.355,2 triliun. Secara nominal, penerimaan pajak itu lebih rendah 0,1 persen dibandingkan dengan yang terkumpul selama periode Januari-Juni 2015, yang sebesar Rp458,5 triliun.(*)
Bagi Halaman