KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) akhirnya membuka data rumah sakit swasta yang menerima dan mengedarkan vaksin palsu. Selain nama rumah sakit, Kemenkes juga mempublikasikan nama-nama bidan yang mengatur dan menerima vaksin palsu.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek mempublikasikan nama-nama rumah sakit yang menerima vaksin palsu ini, dalam rapat kerja dengan Komisi IX Bidang Kesehatan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Dari 14 rumah sakit tersebut, 13 di antaranya berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Seluruh RS yang menerima vakÂsin palsu di Bekasi itu memperolehnya dari Juanda (CV Azka Medika), sedangÂkan RS Harapan Bunda di Jakarta Timur menerima vaksin dari M. Syahrul.
Sementara, Mabes Polri menetapkan dua orang dokÂter menjadi tersangka kasus vaksin palsu. Dua orang itu yakni dr AR dan dr HUD. KedÂuanya memiliki peran sengaja membeli vaksin palsu dari distributor tidak resmi. “Hari ini penyidik menetapkan tersangka terhadap dr AR, dokter klinik Pratama AdipÂraja dan dr HUD, Kepala RSIA Sayang Bunda,†jelas Direktur Tipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, Kamis (14/7/2016).
Agung menjelaskan, unÂtuk dr HUD yang juga kepala di RSIA tersebut, diketahui memberikan persetujuan pembelian vaksin dari CV Azka Medika yang bukan merupakan distributor resmi vaksin. “Tersangka memerinÂtahkan bagian pengadaan unÂtuk membeli barang dari CV Azka Medika. Tersangka mengetahui CV Azka Medika bukanlah distributor vaksin resmi,†jelas dia.
Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Ade Irma Suryani lantas meminta Menkes mengambil langkah tegas. “Karena ini merupakan kejahatan kemanusiaan dan tindak kriminal, Menkes harus mencabut izin operaÂsional. Yang jadi pertanyaan saya, apa iya tidak ada RS besar yang juga mengÂgunakan vaksin palsu ini?†kata Ade, Kamis (14/7/2016).
Kasus vaksin palsu ini suÂdah terjadi sejak 13 tahun lalu atau pada tahun 2003. Ade Irma kemudian menggarisÂbawahi bahwa kasus ini terjadi dalam tiga periode pemerinÂtahan. “Terkait permenkes nomor 30, 35, dan 58 tahun 2014 yang memangkas keÂwenangan BPOM, sebaiknya dicabut dan dikembalikan pada BPOM agar penanggung jawabnya jelas,†papar angÂgota Fraksi Nasdem ini.
Ade Irma menjelaskan bahwa Permenkes nomor 35 untuk Apotik, Permenkes 58 untuk Rumah Sakit, dan PerÂmenkes 30 untuk puskesmas itu terkait dengan kefarmaÂsian. Sehingga pengadaan, penyimpanan, penyerahan, hingga penyediaan farmasi seluruhnya diawasi BPOM. “Saat ini yang menjadi tanggung jawab BPOM hanya kefarmasian pada distribÂutor saja,†pungkasnya.(*/ed:Mina)
Bagi Halaman
Kalo di bogor rumah sakit apa saja yang pakai vaksin palsu?