Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
PEMERINTAH pimpinan Joko Widodo (Jokowi) akan mulai melaksanakan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty mulai 18 Juli 2016. Tax amnesty ini menjadi instrumen sumber pertumbuhan ekonomi pemerintah.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan tahun ini dan tahun depan, kondisi perÂekonomian global tidak pasti. SeÂhingga sulit bagi pemerintah IndoÂnesia untuk mencari sumber dana asing (capital inflow) untuk masuk ke dalam negeri. Jadi tax amnesÂty ini akan menjadi alat untuk menÂdatangkan dana segar dari luar negÂeri ke dalam negeri.
Sumber dananya, adalah dari uang milik Warga Negara IndoÂnesia (WNI) yang selama ini disÂimpan di luar negeri dan belum dilaporkan dalam surat pemberiÂtahuan (SPT) pajak. Bambang juga menjelaskan, Indonesia butuh dana segar karena rasio pinjaman terhadap PDB masih rendah, yaitu sekitar 30-40%. “Ini yang terenÂdah di ASEAN. Singapura itu sudah 200%. Artinya jumlah kredit perÂbankan Singapura lebih besar dari PDB,†ujar Bambang, dalam perteÂmuan dengan redaktur media masÂsa di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Dalam pertemuan ini hadir PresÂiden Joko Widodo ( Jokowi), Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, dan Juru Bicara Presiden Johan Budi.
Bambang melanjutkan penjelaÂsannya, sulit untuk menggenjot kredit perbankan karena rasio pinÂjaman terhadap dana pihak ketiga (DPK) pada bank di Indonesia sudah tinggi, yakni di atas 90%. Jadi perlu dana segar yang diharapkan bisa datang dari repatriasi hasil tax amÂnesty.
Kredit perbankan ini bisa menggenjot perekonomian IndoÂnesia, di tengah lesunya perekonoÂmian global. “Capital inflow adalah cara untuk mempercepat pertumÂbuhan ekonomi. Lewat tax amnesÂty, kita bisa merebut kembali devisa dan dana yang harusnya menjadi hak kita,†kata Bambang.
Memang banyak dana-dana miÂlik eksportir yang menjual barang dari Indonesia, namun justru disimÂpan di luar negeri. Dana-dana seperÂti ini yang diincar oleh pemerintah. Apalagi dana tersebut tidak dilÂaporkan pada surat pemberitahuan (SPT) pajak. “Banyak dana WNI di luar negeri itu tidak salah. Yang tiÂdak pas adalah mereka kembangkan aset di luar negeri tapi tidak dilaporÂkan di SPT,†kata Bambang.
Selain itu, dampak lain yang akan timbul dari tax amnesty ini adalah perubahan posisi kepemiÂlikan investor asing dalam surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah.
Saat ini, 60% investor pemegang SUN adalah asing, dan Bambang mengatakan, kebanyakan dari merÂeka berasal dari Singapura yang bisa dipastikan milik WNI. Kemudian posisi investasi asing (penanaman modal dalam negeri/PMDN) juga akan mengalahkan posisi investasi asing (penanaman modal asing/ PMA). Karena yang selama ini terÂcatat sebagai investasi asing, ternyaÂta adalah investor lokal.
Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty tak hanya berÂlaku untuk pengusaha besar atau orang-orang kaya saja. Namun berÂlaku bagi semua masyarakat yang belum melaporkan hartanya dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak dengan benar. Termasuk pelaku UKM. “Jangan berpikir amnesti paÂjak ini untuk yang gede-gede saja, tapi untuk UKM juga. Targetnya 10.000 UKM, agar nantinya penÂcatatan keuangan dan usaha merÂeka akan lebih baik. Syukur kalau ada jutaan UKM,†tutur Presiden Joko Widodo ( Jokowi), kepada seÂjumlah redaktur ekonomi media massa di Istana Negara, Jakarta, KaÂmis (14/7/2016).
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, juga menyampaikan saat ini ada 600.000 ribu wajib paÂjak UMKM yang terdaftar. UMKM ini adalah mereka yang memiliki omzet Rp 4,8 miliar ke bawah dalam setaÂhun.
“Banyak UMKM ini yang pemÂbukuannya tercecer atau tidak rapi, atau belum bayar pajak. Bila ikut tax amnesty, jangan khawatir pajak yang lalu itu diutak atik,†jelas Bambang.
Jadi untuk yang ikut tax amnesÂty, pajak mulai 2015 ke belakang tiÂdak akan diutak-atik lagi oleh Ditjen Pajak. Kebijakan pengampunan paÂjak atau tax amnesty bakal berlaku hingga 31 Maret 2017. Ini terbagi atas tiga periode, yakni Juli-September 2016, Oktober-Desember 2016 dan Januari-Maret 2017.
Bambang memperkirakan, peserta pengampunan pajak lebih banyak memilih periode pertaÂma. “Para peserta itu banyak ikut di periode 1,†ungkap Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi XI, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Faktor pendorongnya adalah tarif tebusan yang memang jauh lebÂih rendah. Di samping itu, banyak masyarakat yang memang sudah menunggu kebijakan tersebut, seÂhingga tidak butuh lama untuk menÂgajukan permohonan. “Kalau ada yang masuk pada periode kedua, itu tidak akan terlalu banyak. Bahkan untuk periode ketiga itu relatif kecil. Orang yang ikut di periode ketiga itu mungkin yang terlambat atau tidak sempat saja di periode awal,†paÂparnya.
Maka dari itu, Bambang optimisÂtis, target tambahan penerimaan pajak yang sebesar Rp 165 triliun di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 akan tercapai. “Jadi Rp 165 triliun itu tetap jadi target 2016. KaÂlau pada 2017 itu ada yang masuk diÂanggap semacam tambahan untuk penerimaan pajak di luar target,†tandasnya.(*)
Bagi Halaman