SEBAGAIMANA halnya dengan manusia, binatangpun oleh Allah telah diberikan karakter atau sifat dasar berupa naluri. Setidaknya ada tiga naluri yang diberikan Allah kepada manusia dan binatang yakni naluri cinta kasih (ghorizah al nau’), naluri mempertahankan diri (ghorizah al baqo) dan naluri kebergantungan kepada yang lebih kuat (ghorizah al tadayyun).

Oleh: AHMAD SASTRA
Dosen Pascasarjana UIKA Bogor

Ketiga naluri ini telah melekat sejak la­hir dan tak akan pernah hilang atau dihilangkan. Ting­gal bagaimana naluri ini bisa didefinisikan dengan benar dan bagaimana menyalurkan dengan benar. Disinilah letak perbedaan antara manusia dan binatang bisa ditemukan.

Tidaklahlah mengherankan jika ada induk binatang yang be­gitu melindungi anak-anaknya dari segala mara bahaya yang mengancam mereka. Dengan penuh pengorbanan seekor in­duk harimau atau ayam akan melawan siapa saja yang men­coba mengganggu anak-anak mereka. Sebab harimau dan ayam itu telah tertanam dalam dirinya naluri kasih sayang ke­pada anak-anaknya. Bahkan oleh Allah setiap binatang di­berikan semacam alat untuk bisa mempertahankan diri dari segala ancaman. Kuku-kuku tajam pada harimau dan elang adalah alat yang digunakan un­tuk mempertahankan diri dari serangan binatang lain atau untuk mempertahankan hidup mereka sebagai alat pemangsa demi life survival mereka.

Allah sendiri memiliki sifat Maha Pengasih dan Maha Pe­nyayang kepada seluruh makh­luk yang diciptakanNya. Dengan Maha kasih sayangNya, Allah terus menjaga peredaran alam semesta dan menjaga keseim­bangan agar tidak mengalami kehancuran. Penjagaan kehidu­pan dan alam semesta bertu­juan untuk bisa dipergunakan oleh makhluk-makhlukNya demi perjalanan hidup mereka di alam dunia. Itulah kenapa Allah begitu membenci manu­sia yang merusak alam semesta setelah diperbaiki dan dijaga oleh Allah.

Dengan mengambil ibrah dan pelajaran diatas, maka hakekat cinta adalah ketulu­san dan pengorbanan diri un­tuk menjaga dan merawat apa yang dicintainya. Menjaga dan merawat adalah kunci dari kata cinta. Merawat artinya menum­buhkan, menyeimbangkan, me­nyehatkan, memperbaiki dan menyempurnakan dari berb­agai faktor internal. Sementara menjaga adalah melindungi, mempertahankan, membela, memperjuangkan apa yang di­cintai dari berbagai faktor ekste­nal.

Kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun ke­luarga juga diwarnai oleh apa yang disebut dengan naluri cinta ini. Manusia sebagai indi­vidu senantiasa menumbuhkan potensi dirinya agar mampu menapaki perjalanan hidupnya dan selamat dari berbagai anca­man yang membahayakan ke­hidupannya. Begitupun dengan keluarga. Setiap keluarga selalu memiliki bentuk ekspresi cinta dan pertahanan diri yang khas. Memberikan makanan sehat, pendidikan bermutu, rumah nyaman, dan bekal-bekal agama kepada anggota keluarga adalah salah satu cara keluarga untuk mengekspresikan kasih sayang dan upaya untuk mempertah­ankan diri.

Karena itu pemahaman dan kesadaran atas bagaimana cara untuk mengekspresikan cinta adalah lebih penting dari cinta itu sendiri. Sebab cara yang benar dalam mengekspresi­kan cinta adalah bentuk dari menjaga cinta itu sendiri. Kes­alahan mengakspresikan cinta adalah bentuk dari menghan­curkan cinta itu sendiri. Karena itu, manusia mesti belajar dari bagaimana Allah mencintai se­luruh ciptaanNya. Cinta yang benar dengan demikiana dalah cinta yang dibimbing oleh iman. Tak berlebihan jika ada istilah cinta adalah bagian dari iman.

BACA JUGA :  BERGERAK BERSAMA, MELANJUTKAN MERDEKA BELAJAR

Dahulu pada ulama yang kelak disebut sebagai pahla­wan bangsa ini begitu ikhlas merawat bangsa ini. Mereka dengan sungguh-sungguh me­numbuhkan potensi akal, jiwa dan fisik masyarakat agar men­jadi manusia yang sempurna. Mereka memperbaiki dan me­nyembuhkan berbagai penyakit pemikiran dan kejiwaan bahkan fisik agar tumbuh sempurna. Mereka juga dengan tekun memberikan ilmu dan pengala­man agar masyarakat menjadi orang-orang yang berkualitas. Ini adalah bukti cinta para ula­ma dengan merawat masyara­kat yang mereka cintai.

Namun ketika masyarakat yang mereka cinta mendapat gangguan dan ancaman dari pihak luar yang ingin meru­saknya, maka dengan gigih be­rani mereka berusahan mem­pertahankan walaupun harus mengorbankan nyawa. Dengan darah dan nyawa yang tidak sedikit, akhirnya atas berkat dan rahmat Allah, para penja­jah berhasil dilawan dan diusir dari bumi pertiwi. Dengan alu­nan takbir dan semangat jihad fi sabilillah, para penjajah itu ber­hasil lenyap dari bumi pertiwi, sehingga masyarakat tetap bisa dipertahankan kehidupannya. Para ulama pahlawan telah den­gan indah memberikan contoh bagaimana cinta didefinisikan dan diekspresikan dengan tun­tunan iman.

Jika ada istilah mencintai ta­nah air adalah bagian dari iman, maka yang terpenting adalah benar dalam mendefinisikan dan benar dalam mengekspresi­kan cinta itu. Maka seharusnya dengan bimbingan iman pula, negeri ini harus dicintai den­gan merawat dan menjaganya. Merawat dengan menumbuh­kan seluruh potensi masyarakat dan potensi alam agar menjadi bangsa yang berkualitas. Menja­ga dengan melindungi dari seg­ala bentuk ancaman dan penja­jahan asing yang ingin merusak negeri ini. Tentu dengan tuntu­nan iman kepada Allah. Adakah para pemimpin negeri ini telah melakukan hal demikian ?

Bahkan amanah konstitusi negeri inipun telah dengan tegas mengharuskan seluruh sumber daya alam dikelola oleh negara dan diperuntukkan bagi kemakmuran seluruh rakyat In­donesia. Menyerahkan pengelo­laan sumber daya alam kepada asing adalah tindakan yang me­langgar konstitusi itu sendiri. Apalagi jika kebijakan itu justru semakin menambah kemiski­nan rakyatnya sendiri.

Masih adakah cinta di neg­eri ini. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh para pemimpin negeri ini setelah mendapatkan amanah mengurus negeri kaya sumber daya alam ini. Sementa­ra rakyat masih sulit nyari kerja dan bahkan yang sudah kerja di PHK, pemerintah justru men­datangkan jutaan tenaga kerja dari china. Kebijakan-kebijakan rezim kali ini tak lagi dapat dira­sakan manfaatnya oleh rakyat­nya sendiri. Sebaliknya pemer­intah justru condong untuk mensejahterakan warga asing. Sementara rakyat sendiri masih harus bermimipi untuk mera­sakan kesejahteraan karena su­litnya mendapatkan pekerjaan, pemerintah justru menerapkan bebas visa bagi warga asing. Se­mentara rakyatnya tak mampu memiliki sepetak tanah un­tuk rumah, pemerintah justru membolehkan warga asing me­miliki tanah dan properti.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Masih adakah cinta di negeri ini. Sementara petani menjerit kesulitan lahan dan mahalnya pupuk kimia, pemerintah jus­tru membolehkan asing men­guasai industri gula dan karet. Sementara rakyat menjerit karena biaya listrik terus mero­ket, pemerintah justru mem­bolehkan saham pembangkit listrik dikuasai asing. Sementara rakyat diminta untuk menjaga kearifan budaya lokal, pemer­intah justru membolehkan as­ing menguasai saham bioskop di Indonesia. Masih ada banyak aspek ekonomi yang akan di­kuasai asing seperti pariwisata, tol, bandara, pelabuhan dan lainnya. Lantas apa yang ter­sisa untuk rakyatnya sendiri. Inikah buah revolusi mental itu. Jangan-jangan rakyat indonesia kelak tak lagi boleh tinggal di negerinya sendiri.

Bukti cinta kepada Indone­sia adalah dengan merawat dan menumbuhkan negeri ini men­jadi negara yang mandiri dan berdaulat. Mencintai Indonesia adalah dengan membela rakyat sendiri dengan memberikan tingkat kesejahteraan tertinggi di negeri sendiri. Jangan sampai menyuruh rakyatnya menjadi TKI, sementara tenaga kerja as­ing justru diundang dan diman­jakan. Ini adalah bentuk logika terbalik yang harus dipertang­gungjawabkan pemerintah ke­pada rakyat jika dikaitkan den­gan janji-janji kampanye ketika jelang pemilu presiden.

Mencintai Indonesia dengan memahami bentuk penjajahan gaya baru sebagai musuh yang akan merugikan negeri ini se­bagaimana zaman kolonial di masa lampau. Neokolonialisme seperti kapitalisme sekuler dan komunisme atheis adalah dua bentuk penjajah baru melalui hegemoni ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan sos­ial yang jauh lebih berbahaya dibandingkan zaman kolonial pra kemerdekaan. Neokolonial­isme adalah bentuk dari proxy war yang harus dilawan dan diusir dari negeri ini, jika masih mencintai Indonesia.

Mencintai Indonesia adalah dengan menumbuhkan dan memberdayakan seluruh po­tensi SDM bangsa ini untuk ber­sama membangun bangsanya sendiri. Mencintai Indonesia adalah dengan menerapkan sistem pemerintahan yang lebih adil dan berkah jauh dari sifat-sifat sekulerisme dan liberal­isme apalagi atheisme. Sistem pemerintahan yang dibimbing oleh nilai keimanan kepada Tu­han Yang Maha Esa. Sebab Al­lah telah menciptakan manusia sekaligus menciptakan hukum untuk mengaturnya.

Mencintai Indonesia dengan mendefiniskan cinta atas bimb­ingan iman dan mengekspresi­kan cinta sejalan dengan nilai-nilai keimanan kepada Allah adalah bentuk komitmen kesyu­kuran kepada Allah atas seluruh anugerah bumi pertiwi ini. Den­gan kesyukuran kepada Allah sang Pemilik jagad raya, maka keberkahan hidup akan meny­ertai kehidupan berbangsa dan bernegara selruruh rakyat. Se­baliknya, ketidaksyukuran akan mendatangkan kesempitan dan bahkan murka dari Allah. Mencintai Indonesia dengan bimbingan iman adalah bentuk kesyukuran yang akan sema­kin meningkatnya ketaqwaan dan ketundukan kepada Allah. Saatnya mencintai Indonesia dengan cinta yang benar, bukan malah mengkhianati. (*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================