Untitled-12BOGOR TODAY – Semarak pergan­tian tahun ajaran 2015-2016 menjadi 2016-2017 belum hilang. Beberapa sekolah menengah atas masih me­nyambutnya dengan memperkenal­kan lingkungan sekolah kepada para peserta didik baru. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebuday­aan (Permendikbud) No. 18 thn 2016 menuliskan Masa Pengenalan yang biasa disebut Masa Orientasi Siswa (MOS) berubah menjadi Masa Pen­genalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kepada para peserta didik. Peruba­han tersebut bertujuan untuk men­ciptakan rasa aman dan nyaman para peserta didik untuk menuntut ilmu dan juga rasa kepercayaan orangtua/wali yang menyerahkan anaknya kepada sekolah.

Salah satu kegiatan MPLS yang sedang berlangsung di SMA Negeri 1 Kota Bogor. MPLS dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan yang bertemakan Sekolah Kehidupan SMA Negeri 1 Kota Bogor memulai rangkaian MPLS dengan upacara pembukaan yang dilakukan Senin (18/7/2016) sekaligus penandatan­gan dua pakta yang dilakukan per­wakilan orangtua dan sekolah yang diwakilkan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kota Bogor Dra. Sri Eningsih.

Sri Eningsih mengungkapkan bahwa penandatangan pakta terse­but sebagai upaya perjanjian yang dilakukan sekolah dengan orang­tua. “Perwakilan orangtua menan­datangi pakta yang berisi penyera­han anak kepada kami dan kami menandatangani pakta yang berisi jaminan bahwa anak-anak mereka akan aman di SMA Negeri 1 Kota Bo­gor,” begitu tuturnya. Perjanjian di­lakukan sebagai upaya menciptakan sekolah ramah anak.

BACA JUGA :  Siapkan Sekolah Gratis, Sahira Hotels Group Gandeng PKBM Bakti Nusa

Para peserta didik yang mengi­kuti upacara pembukaan juga tidak ada yang menggunakan seragam putih-biru seperti tradisi memasuki tahun ajaran baru di masa-masa se­belumnya. Para peserta didik meng­gunakan seragam putih-abu lengkap dengan atribut SMA Negeri 1 Kota Bogor. Sri Eningsih mengatakan hal tersebut dilakukan sebab para peserta didik sudah resmi menjadi warga SMA Negeri 1 Kota Bogor. Jika mengenakan seragam putih-biru itu masih masa orientasi bukan penge­nalan sekolah.

Sri Eningsih menjamin kegiatan di dalam MPLS jauh dari kata per­peloncoan dan tindak kekerasan. Kegiatan meliputi penambahan ma­teri kepada para peserta didik baru yang dilakukan oleh guru di setiap kelas. Materi tersebut antara lain cara belajar yang benar dan baik serta tata krama. Tidak sampai di situ saja, sekolah bekerja sama den­gan kepolisian Kota Bogor dan Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam mengi­si materi. “Kepolisian memberikan materi tentang lalu lintas dan nar­koba, sedangkan Dinas Kesehatan memberikan materi mengenai kes­ehatan remaja,” lanjutnya.

Perihal anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang bi­asa melaksanakan masa orientasi tersebut, Sri Eningsih menyebutkan bahwa tidak ada sama sekali ang­gota OSIS yang menjadi bagian dari kepanitian. Anggota OSIS hanya se­bagai pembimbing di setiap kelas dan tidak memiliki kewenangan apa pun. Hal tersebut ditegaskan kem­bali oleh Aksa Dias dan Torik, siswa kelas 10 SMA Negeri 1 Kota Bogor.

BACA JUGA :  Siapkan Sekolah Gratis, Sahira Hotels Group Gandeng PKBM Bakti Nusa

“Ada dua hingga tiga kakak OSIS di setiap kelas. Mereka biasanya mengisi waktu kosong dengan ber­bagi cerita dan pengalaman men­arik,” ungkap Aksa. Aksa menegas­kan juga tidak ada berbagai bentuk tekanan dari senior-senior tersebut. “Saya merasa aman dan nyaman bersekolah di sekolah pilihan saya,” lanjutnya.

Upaya sekolah dalam mencip­takan sekolah ramah anak tidak sampai di situ saja. Sri Eningsih mengungkapkan bahwa ke depan, sekolah sudah bekerja sama dengan tim coaching mental yang berada di Depok untuk menyelenggara­kan coaching mental sebanyak tiga kali dalam satu tahun untuk siswa-siswinya. Hal tersebut bertujuan un­tuk memberikan rasa aman kepada siswa-siswi bercerita tentang bera­gam bentuk kejadian apa pun, ter­masuk cara memilih peminatan dan juga bentuk tekanan yang mungkin akan mereka dapatkan.

“Coaching juga berlaku untuk guru dan juga para perwakilan siswa yang akan kami laksanakan secara random. Sebab dalam men­ciptakan sekolah ramah anak, ada tiga pointer yang harus seimbang komunikasinya. Siswa-siswi, guru, dan juga orangtua,” tutupnya. (Her­za/Mgg/ed:Mina)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================