WASHINGTON, TODAY—International MonÂetary Fund (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2016-2017. Ini dilakukan pasca keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit.
Dilansir dari Reuters, Rabu (20/7/2016), IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan
ekonomi dunia sebanyak lima kali dalam 15 bulan terakhir. Untuk perÂtumbuhan ekonomi global 2016, IMF memproyeksikan 3,1% dan di 2017 adalah 3,4%. Masing-masing proyeksi ini dipangkas 0,1%.
Menurut IMF, meski ada perÂbaikan ekonomi di Jepang dan Eropa, serta mulai membaiknya harga komoditas, tetapi Brexit tetap menciptakan ketidakpastian yang bakal menurunkan kepercayÂaan investor dan konsumen.
Efek terbesar dari Brexit ini, menurut IMF, bakal menghantam ekonomi Inggris. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Inggris tahun ini menjadi 1,7%, turun 0,2% dari proyeksi sebelumÂnya. Sementara di 2017, proyeksi pertumbuhan ekonomi Inggris diÂpangkas 0,9% menjadi 1,3%.
IMF memiliki skenario terbuÂruk akibat cerainya Inggris dari Uni Eropa. Ekonomi Inggris bisa turun lebih parah bila hubungan dagang Inggris-Eropa terganggu dan posisi London sebagai pusat keuangan Eropa lepas.
Bila ini terjadi, Inggris bisa jatuh ke jurang resesi, dan pertumÂbuhan ekonomi global melambat ke 2,8% di 2016 dan 2017. Selain InÂggris dan Eropa, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi China tetap 6,6% di 2016 dan melambat ke 6,2% di 2017.
Sementara resesi di Brasil dan Rusia tidak akan parah karena ada perbaikan harga minyak dan koÂmoditas.
IMF menyatakan tengah berÂsiap untuk menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang di 2017 karena penundaan kenaikan pajak konsumsi. Pertumbuhan ekonomi Jepang 2016 diproyeksi 0,3% dan di 2017 adalah 0,1%.
Indonesia Patok 5,6 %
Sementara, Pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati asumsi makro ekonomi untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. PertumbuÂhan ekonomi diasumsikan pada rentang 5,2-5,6%. “Komisi XI meÂnyepakati pertumbuhan ekonomi 5,2-5,6% dengan catatan dari maÂsing-masing fraksi,†ungkap Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supid, keÂmarin.
Komisi XI meminta kepada pemerÂintah memulai belanja pemerintah dalam RAPBN tahun 2017 untuk lebih fokus dan terukur dampak pembangunannya dalam memÂbuat program-program belanja priÂoritas berdasarkan prinsip money follow program.
Kemudian dalam penyusunan RAPBN yang akan datang agar lebÂih realistis dan berdasarkan kondiÂsi perkembangan perekonomian dan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya.
Berikut hasil kesepakatannya:
Pertumbuhan ekonomi 5,2 – 5,6%
Inflasi 3 – 5%
Suku bunga SPN 3 bulan 5-6
Nilai tukar rupiah 13.300 – 13.600/US$
Kesepakatan ini berbeda denÂgan yang diajukan oleh pemerinÂtah. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan rentÂang yang disepakati masih sejalan dengan proyeksi dari pemerintah. “Kami melihat dinamika pemÂbahasan, kalau pun intinya dituÂrunkan ke 5,2% (batas bawah) juga kami tidak keberatan. Batas atas 5,6% kita proyeksikan seiring denÂgan optimisme dari tax amnesty,†jelas Bambang pada kesempatan yang sama.
“Ini akan menjadi bahan pemerintah untuk menyusun RAPBN 2017, diharapkan bisa menÂjadi sesuatu yang berbeda dibandÂingkan masa-masa sebelumnya,†tandasnya.
(Yuska Apitya/dtk/ed:Mina)
Bagi Halaman