Untitled-11Sidang kasus mark up lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Jambu Dua, Tanah Sareal Kota Bogor, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor Bandung mulai memanas. Pasalnya dari enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasehat Hukum, salah seorang saksi didasarkan bernama Ova Mustopa dari KJPP Firman Azis dan Kemas Muhammad Ahyar dari KJPP Kusmanto terdapat hal ganjil.

Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]

Dihadapan Majelis Hakim yang dip­impin Lince Anna Purba beserta an­gota hakim lainnya, Ova dan Kemas ditanya oleh JPU men­genai pekerjaan penilaian lahan Jambu Dua mengapa tidak diambil olehnya.

Menurut kedua saksi dalam sidang, Ova dan Ke­mas, tak diambilnya proyek dari UMKM tersebut lantaran dalam suatu penilaian un­tuk pengadaan tanah harus memiliki kualifikasi tamba­han dan memiliki sertipikat SPI306 tahun 2013. “Saya menolak karena waktunya mepet,” jawab Ova dalam persidangan Rabu (20/7) di PN Tipikor Bandung.

Sementara Kemas men­jawab pertanyaan JPU terse­but dengan penjelasan bah­wa untuk mengambil proyek penilaian untuk pengadaan tanah di Warung Jambu ha­rus memiliki kualifikasi tam­bahan yakni sertifikat Pe­nilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (SPI 306).

BACA JUGA :  Ketua DPRD Kota Bogor Ucapkan Terimakasih Kepada Bima dan Dedie di Acara Pisah Sambut

“Kalau tujuannya untuk pengadaan tanah ada stan­dar lain. Harus ada kualifikasi tambahan yaitu SPI 306. Saya belum punya,” kata Kemas.

Namun saat Jaksa Nazran Aziz bertanya lebih dalam mengenai para saksi jika mengambil pekerjaan terse­but, metode apa yang akan dipakai untuk melakukan pe­nilaian. Lalu, para penasihat hukum terdakwa keberatan dan memohon izin kepada majelis hakim untuk men­egaskan apakah kedua saksi KJPP yang dihadirkan oleh JPU merupakan saksi ahli atau fakta.

“Keberatan majelis hakim. Mengapa jaksa menanyakan hal itu, saya ingin tahu dulu apakah saksi penilai ini meru­pakan saksi ahli atau fakta,” cetus permohonan penas­ehat hukum terdakwa RNA, Philipus Tarighan kepada Ha­kim Ketua Lince Anna Purba.

Namun, keberatan dito­lak dan Hakim mengizinkan Jaksa kembali melakukan pertanyaan untuk kedua sak­si, akan tetapi hakim hanya memperbolehkan pertnyaan yang ada keterkaitanya den­gan apa yang dilihat, diden­gar dan diketahui oleh saksi penilai saja, bukan jawaban pendapat dari saksi tersebut. “Silahkan dilanjut pertan­yaanya, Jaksa,” kata Hakim.

BACA JUGA :  Tersambar Petir saat Cari Ikan, Nelayan di Pesisir Barat Tewas

Pertanyaan kembali di­lanjutkan, Jaksa akhirnya memberikan pertanyaan ter­kahir yakni ada berapa jenis tentang kulaifikasi penilaian. “Ada dua jenis penilain yaitu penilaian properti dan pe­nilain pasar. Kalau menurut saya penilaian ini (lahan Wa­rung Jambu) masuk dalam penilaian Real Properti,” urai Kemas.

Menanggapi kesaksian Ova dan Kemas, Salah satu oe­nasehat dari terdakwa RNA, Laudin Napitupulu didam­pingi Philipus Tarighan men­egaskan, kedua saksi yang dihadirkan jaksa bukan seb­agai saksi yang menceritakan fakta, melainkan saksi yang menuturkan keahliannya.

“Ternyata setelah diambil keterangnanya saksi itu bu­kan menerangkan fakta, tapi menerangkan tentang ke­ahliannya. Seharusnya yang menerangkan itu kan saksi ahli,” ujar Laudin kepada Ju­rnal Bogor usai persidangan, malam.

Sebelumnya, majelis ha­kim telah menyidangkan em­pat orang saksi diantaranya Rifki Mubarok dari BPKAD dan Rahmat Hidayatul Akbar dari BPPTPM. Sementara dua saksi lainnya Heri Mulyana dan Husen Salman sebagai konsultan penilaian lahan. (Abdul Kadir Basalamah)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================