KEHEBOHAN yang ditimbulkan oleh permainan Poké­mon Go akhir-akhir ini memang cukup fenomenal seka­ligus unik. Fenomenal karena melibatkan tidak hanya pemain (gamer), tapi bahkan sampai pejabat pemerintah (dari menteri sampai wakil presiden) ikut komentar atau mengeluarkan aturan/larangan. Umumnya, karena kekha­watiran terhadap aspek keamanan, khususnya penyada­pan data oleh pihak asing. Padahal, game ini belum dirilis secara resmi di Indonesia.

Unik, karena Pokémon Go pada dasarnya adalah se­buah permainan/game berbasis mobile apps. Seperti lay­aknya game lainnya, apps ini lebih ditujukan untuk meng­hibur dan menyenangkan penggunanya. Pemain game umumnya anak kecil-anak muda, bukan golongan pejabat dan orang tua.

Tak kenal maka tak sayang, karena teknologi yang di­gunakan dalam game ini cukup inovatif (sehingga belum banyak dipahami), maka banyak timbul kesalahpahaman dan hoax. Mari kita bahas satu-satu teknologi yang digu­nakan berikut mitos yang menyertainya.

Permainan Pokémon Go merupakan game yang ber­basis lokasi, artinya lokasi fisik dari pemain menentukan pola interaksi dengan aplikasi. Terdapat avatar (karakter dalam game yang merupakan representasi pemain) yang berjalan/berpindah sesuai posisi pemain. Interaksi beru­pa kemunculan karakter Pokemon, Pokestop, Gym dan lain-lain bisa disesuaikan dengan lokasi pemain tersebut. Dalam bahasa akademis, aplikasi ini termasuk kategori context-aware application.

Secara teknis, lokasi pemain didapatkan dari informasi GPS, triangulasi sinyal WiFi, atau triangulasi sinyal menara seluler. Teknologi ini sebenarnya sudah banyak digunakan dalam aplikasi lainnya. Google Map, Waze, GO-JEK, Face­book, Path, Foursquare adalah beberapa contoh aplikasi berbasis lokasi.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Posisi kita tentunya akan dikirim ke server, untuk ke­mudian memberikan layanan yang sesuai. Contoh: GO-JEK akan mencatat lokasi pemesan, untuk memilihkan penge­mudi ojek yang terdekat.

Seharusnya, kekhawatiran terhadap penggunaan informasi lokasi di Pokémon Go tidak lebih besar diband­ingkan ketika menggunakan GO-JEK, Google Map, Gar­min GPS dan lainnya. Lagi pula, teknologi lokasi yang di­gunakan sama. Perusahaan-perusahaan tersebut untuk menjaga kepercayaan pelanggannya, tentunya memiliki kebijakan kerahasiaan data yang ketat.

Dari sudut privasi, saya lebih khawatir membagi­kan nomor handphone ketika mengisi formulir kartu kredit di Indonesia. Karena ujung-ujungnya dibagikan dan berakibat datangnya banyak telepon tidak jelas menawarkan produk asuransi dan kartu kredit lainnya. Banyak berita hoax yang beredar bahwa Pokémon Go akan digunakan untuk melakukan pemetaan lokasi strat­egis perkantoran, pemerintahan dan militer. Sebenarnya, Niantic (perusahaan pembuat Pokémon Go) tidak perlu melakukan pemetaan, karena mereka sudah memiliki pet­anya. Pokémon Go menggunakan peta yang disediakan oleh Google Map. Peta tersebut terbuka di Internet se­hingga pengembang aplikasi pihak ke-3 bisa memanfaat­kannya melalui Google Map API. Google Map merupakan petaoutdoor dan diambil berbasis gambar satelit maupun kamera yang dipasang di pesawat. Tidak ada informasi in­door yang terdapat di dalamnya.

Bagaimana untuk pemetaan dalam ruang (in­door)? Secara teknis, pemetaan dalam ruangan lebih susah untuk dilakukan. Teknologi yang digunakan um­umnya berdasarkan pengukuran jarak menggunakan laser, ultrasound maupun depth-camera. SLAM (simul­taneous localization and mapping) merupakan salah satu algoritma, yang canggih sekaligus rumit, yang bisa digunakan untuk memetakan secara otomatis. Salah satu teknologi terkini yang digunakan dalam per­mainan Pokémon Go adalah augmented reality (AR). Dengan teknik ini gambar digital akan ditambahkan (aug­mented) dalam pemandangan nyata yang ditampilkan oleh kamera.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Animal 4D+ merupakan salah satu apps produksi Octagon Studio Bandung yang menggunakan teknik AR untuk aplikasi mereka. Di media sosial beredar kabar bahwa gambar kamera yang digunakan dalam permainan akan dikirimkan ke server Niantic tanpa izin. Untuk men­guji hal tersebut, sebuah perusahaan bernama Applidium melakukan reverse engineeringuntuk mendapatkan kode sumbernya (source code). Pada source codetersebut ternyata tidak ditemukan perintah untuk mengirimkan data gambar/video ke server Pokémon Go.

Bagaimana Menyikapinya?

Dari ulasan di atas bisa dilihat Pokémon Go meru­pakan permainan yang memanfaatkan teknologi yang cukup inovatif. Karena kebaruannya maka timbul mitos dan kekhawatiran yang sebenarnya agak berlebihan mau­pun tidak berdasar. Teknologi tidak bisa dan tidak perlu dibendung. Sebaiknya kita ambil sisi positifnya, sambil membatasi efek negatif yang mungkin timbul.

Salah satu efek positifnya adalah pemain game ini akan didorong untuk lebih aktif secara fisik (bergerak dan berja­lan) untuk berburu Pokemon. Interaksi dan komunikasi so­sial dengan sesama pemain pun difasilitasi oleh permainan ini. Sudah bermunculan juga komunitas pemain Pokémon Go di Indonesia. Potensi yang lain adalah permainan ini bisa digunakan untuk sarana promosi, bisa untuk promosi pariwisata maupun usaha/bisnis komersial.(*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================