Sidang lanjutan kasus lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) telah usai dihelat di PN Tipikor Bandung kemarin. Uniknya, salah seorang saksi mengatakan dirinya menerima uang honor sebesar Rp 750 – 900 ribu sebanyak dua kali saat menandatangani daftar hadir pada rapat pengajuan harga lahan Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Kabid Perizinan PemÂbangunan Fisik di BPPT-PM Kota BoÂgor, Deni Susanto mengatakan, dirinya tidak tahu bahwa yang ditandatanÂganinya tentang daftar hadir pengajuan harga lahan JamÂbu Dua, yakni dari Pemkot Bogor sebesar Rp 30 Miliar dan dari pemilik lahan (HenÂdricus Angkawidjaja) Rp 60 Miliar yang berujung pada tidak adanya kesepakan.
“Saya tidak tahu isi surat undangan itu. Saya hanya tanda tangan undangan dafÂtar hadir saja karena tahu itu honor, pokonya taunya honÂor aja,†tutur Deni dihadapan Majelis Hakim, kemarin.
Terkait dengan nominal, ia juga mengaku, honor keÂhadiran dalam rapat sekitar Rp 750 – 900 ribu dan dirinya hanya menghadiri rapat seÂbanyak dua kali. “Honornya saya lupa pasnya berapa. Saya hanya ingat undangan rapat pertama sebelum natal dan yang kedua setelah naÂtal. Tanggal berapanya saya lupa,†bebernya.
Ia mengaku, dirinya menandatangani undangan kehadiran rapat secara asal dan tidak dibaca terlebih daÂhulu maksud dari undangan tersebut. “Saya benar tidak tahu maksud dari isi surat undangan itu. Saya tahunya honor, dan itu lazim terjadi lingkungan pejabat Pemkot,†paparnya ditengah sidang.
Jaksa Penuntut Umum ( JPU) juga mempermasalahÂkan Surat Keputusan (SK) yang diturunkun Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Bogor terkait tupoksi Deni Susanto yang ditunjuk sebagai angÂgota Tim Tanah Skala Kecil yang berfungsi mengkaji banÂgunan serta penilaian atas laÂhan tersebut namun diklaim tak dikerjakannya.
“Seharusnya saudara tahu tentang angka-angka Rp 30 miliar dan Rp 60 miliar yang diajukan pihak pertama dan kedua. Tapi mengapa anda tidak tahu? Lalu tupoksi anda sebagai apa disitu? Mengapa honor diambil tapi tupoksi saudara didalam tim penÂgadaan tanah skala kecil tak dikerjakan?,†cecar Jaksa Nazran Azis kepada saksi Deni.
“Tidak tahu. Iya saya tidak melaksanakan tupoksi yang ada pada SK karena pada saat rapat musyawarah pertama sudah ada yang mengkaji dari tim apraisal pradesign. Kalau honor dan tanda tangan keÂhadiran kan suratnya diantar ke kantor saya dan saya tidak baca isinya,†kilah Deni dihaÂdapan pertanyaan JPU.
Menanggapi keterangan saksi Deni Susanto, terdaÂkwa Hidayat Yudha Priatna tidak tinggal diam. Ia memÂbantah undangan yang dituÂrunkan kepada anggota Tim Pengadaan Tanah Skala KeÂcil hanya sebanyak dua kali. Bahkan Yudha membeberÂkan, undangan tersebut samÂpai sepuluh kali. Ia juga meÂnambahkan, sebelum tanggal 17 Desember 2014 yang diÂkatakan Deni, rapat telah terÂjadi di ruang Wakil Walikota, Umsar Hariman dan dihadiri juga olehnya.
“Saya hafal banget saat itu rapat pertama sebelum tangÂgal 17 Desember 2014 anda hadir. Rapat juga terjadi diruÂang Wakil Walikota, Usmar Hariman yang turut dihadiri juga oleh Pak Wakil serta Tim Pengadaan Skala Kecil lainÂnya,†ungkap Yudha menceÂcar Deni Susanto.
Persidangan ini dihadiri enam orang saksi, dua diÂantaranya anak dari AngkaÂhong, Antonius Angkawidjaja bersama Kuasa Hukum AngÂkahong, Suprapto Dikusumo.
Sementara empat saksi lainnya, Wirawan SimatuÂpang dan Edi Sujana, Tim Pengukur Tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Deni Susanto, Kabid PerizÂinan Pembangunan Fisik di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT-PM) Kota Bogor dan pemilik sebidang tanah di Jambu Dua yakni Muchtar Nasution.
Persidangan dipimpin HaÂkim Lince Anna Purba yang didampingi dua Hakim AngÂgota. Kesaksian Deni SusÂanto dan Muchtar Nasution lebih dahulu dipersidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung tersebut. (Abdul Kadir Basalamah)
Bagi Halaman