Pada kesempatan yang sama, Rangga Cipta, Analis Samuel SekuÂritas Indonesia, melihat realisasi ekonomi Indonesia pada 2016 lebih rendah, yakni 5,1%. Namun masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yang sebesar 4,8%. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendoÂrong utama, akan tetapi porsi dari belanja pemerintah cukup besar terÂhadap ekonomi Indonesia. Di sampÂing investasi swasta dan ekspor yang terus membaik. “Ekspor akan lebih baik dari tahun lalu, karena terkait dengan tren positif pada harga koÂmoditas,†jelas Rangga.
Sementara itu Leo Putra Rinaldy, Analis Mandiri Sekuritas, melihat lebih pesimistis. Indonesia masih dalam fase perlambatan ekonomi. Tidak jauh berbeda dengan kebanÂyakan negara di dunia. Leo memÂroyeksi perekonomian Indonesia di 2016 tumbuh 5%. “Perekonomian Indonesia memang masih dalam perlambatan,†ujarnya.
Menurut Leo, untuk mendoÂrong ekonomi tumbuh lebih cepat memang diperlukan peningkatan investasi yang drastis. Ini belum terÂlihat signifikan pada periode 2016.
Terhadap inflasi, Leo memÂproyeksikan 3,5-3,9%. Hal ini diangÂgap berkat upaya pemerintah unÂtuk menjaga stabilitas harga bahan makanan melalui kebijakan yang membuka keran impor. «Jadi risiko inflasi kalau dari bahan makanan itu hampir sedikit, tinggal adminisÂter price seperti BBM dan listrik,» terang Leo.
Sementara, ekonomi dunia taÂhun 2015 tumbuh lebih lambat dari tahun 2014, yang salah satunya akiÂbat dari moderasi ekonomi China, meskipun beberapa negara lainnya menunjukkan percepatan dalam pertumbuhan seperti India, Jepang, dan beberapa negara di kawasan Eropa.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BappeÂnas) Bambang Brodjonegoro menÂgatakan, risiko perlambatan masih ada dengan adanya harga komodiÂtas yang masih cenderung rendah, perdagangan global lemah dan berkurangnya arus modal. “Harga komoditas memang sedang rendah-rendahnya. Yang paling kritikal adalah minyak bumi. Itu adalah cerÂminan harga komoditas lain masih rendah. Harga minyak kadang kita sikapi dengan gembira, namun artiÂnya juga globaldemand sedang renÂdah,†kata dia.
Ekonomi Indonesia sendiri tumÂbuh dengan laju yang cukup stabil. Konsumsi masyarakat masih terjaga dengan tumbuh sebesar 4,9%. Hal ini didukung oleh rendahnya inflasi dan program pemerintah dalam menjaga daya beli seperti Program PKH, Kartu Pintar, Kartu Sehat, dan lain-lain.
Namun, Bambang mengatakan, konsumsi rumah tangga seperti makanan, minuman dan transporÂtasi menjadi komponen utama yang menjadi penggerak bagi pertumbuÂhan ekonomi Indonesia.
Sumber utama pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia sendiri pada kuartal I-2016 terdiri dari makanan dan minuman (selain restoran), transportasi dan komuÂnikasi, perumahan dan perlengkaÂpan rumah tangga, serta restoran dan hotel. «Sektor konsumsi khuÂsusnya makanan dan minuman masih cerah. Itu yang masih menÂjadi backbone ekonomi kita. IndusÂtri makanan dan minuman di luar restoran masih cukup cerah. PerÂmintaan masih bagus, makanan dan minuman mungkin salah satu yang kita dorong secara global,» ujarnya.
Bambang pun menyebutkan, ada salah satu produk konsumsi dari Indonesia yang sudah menduÂnia, seperti produk mi yang dimiliki Indofood. Ia bahkan terkejut produk ini sudah hadir di beberapa negara yang tidak terduga dan memiliki pabrik di negara tersebut. “Mereka sudah punya pabrik di Serbia, SuÂdan dan Nigeria. Ini artinya sudah jadi pemain global, orang Saudi itu jatuh cinta sekali sama Indomie, beÂlum lagi Kapal Api sampai Kacang Garuda,†ungkap Bambang.
Namun demikian, Bambang menjelaskan apa yang telah disamÂpaikannya tidak bermaksud untuk mendorong investor membeli saÂham di industri yang dimaksud. Ia mengatakan memilih emiten, harÂuslah melihat kinerja dan sahamÂnya.(*)