Sebagai negara dengan pendapa­tan per kapita tertinggi di Asia Teng­gara atau sebesar USD 55.000, Sin­gapura kini mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Singapura pernah menikmati pertumbuhan ekonomi tertinggi yang mencapai 15,2% pada tahun 2010, tapi ekono­mi negara itu terus merosot. Tahun lalu pertumbuhannya hanya 1,5%.

Senior Economist DBS Bank, Irvin Seah, mengatakan penyebab kontraksi ekonomi sekaligus anca­man terbesar pada ekonomi Neg­eri Singa tersebut, terletak pada ketimpangan usia produktif pen­duduknya yang terus berkurang.

“Populasi usia kerja Singapura malah turun, harusnya untuk men­jaga GDP tetap naik usia produktif harus dijaga. Sebaliknya, beban keuangan untuk usia pensiun malah meningkat,” ucap Irvin di acara DBS Asian Insight Conference, Marina Bay, Singapura, Kamis (4/8/2016).

BACA JUGA :  Menu Sarapan dengan Omelet Keju yang Praktis dan Lezat

Dia mengungkapkan, tahun 2015 persentase penduduk yang yang harus ditanggung pemerintah Sin­gapura pada penduduk usia tidak produktif atau di atas 65 tahun sebe­sar 17,6% dari total penduduknya.

Dengan memperhitungkan usia penduduk Singapura saat ini di luar imigran, angka tersebut akan me­ningkat menjadi 30,1% pada tahun 2025, dan melonjak lagi menjadi 57,4% pada tahun 2050.

BACA JUGA :  Sandwich Salad Tuna, Menu Sarapan yang Simple Dijamin Keluarga Suka

Irvin menuturkan, negara neg­ara pulau tersebut bisa keluar dari krisis penduduk usia produktif jika berhasil dengan membangun digitalisasi pada berbagai aspek. “Kegiatan ekonomi dengan inovasi digital ketimbang aktivitas fisik bisa membuat ekonomi Singapura tum­buh lebih cepat, sekaligus mengatasi masalah populasi tua dan menurun­nya usia produktif penduduknya,” terang Irvin. (Alfian M|net)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================