Untitled-1JAKARTA, TODAY—Cadangan minyak Indo­nesia yang terbukti (proven reserve) saat ini tinggal 3,6 miliar barel. Dengan kebutuhan mencapai 300 juta barel per tahun, maka min­yak akan habis dalam waktu 12 tahun lagi bila tidak ada penemuan cadangan baru.

Sayangnya, investasi di sektor hulu migas Indonesia kurang men­arik. Cadangan minyak ini umumnya berada di daerah-daerah terpencil, laut dalam, dan terpencar lokasinya. Harga minyak yang rendah membuat kondisi semakin bu­ruk karena eksplorasi migas di Indonesia jadi makin tak eko­nomis.

Maka perlu ada terobo­san agar investor tertarik melakukan kegiatan eksplora­si minyak di Indonesia. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan merevisi Peraturan Pemerin­tah Nomor 79 Tahun 2010 (PP 79/2010).

PP tersebut mengatur biaya operasi yang dapat diklaim oleh investor kepada negara (cost recovery) dan pa­jak di hulu migas. Revisi akan memangkas sejumlah pajak yang selama ini memberatkan investor seperti PBB, PPN, PPh Badan, dan pajak-pajak daerah.

“Arahan dari Pak Menteri (Arcandra Tahar), PP ini perlu direvisi supaya investasi di hulu migas ini atraktif. Banyak usulan dari kita. Pajak PBB sudah dihilangkan, ada pajak-pajak yang lain seperti PPN, PPh Badan. Terus tambahan pajak-pajak daerah itu kalau bisa tidak ada,” kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, di Ke­menterian ESDM, Jakarta, Ka­mis (4/8/2016).

BACA JUGA :  Wajib Perhatikan Ini, 5 Penyebab Trombosit Turun yang Perlu Diketahui

Wiratmaja mengungkap­kan, pungutan-pungutan dari daerah mendapat perhatian khusus dalam revisi ini karena terlalu berlebihan. “Sekarang ada pajak-pajak tambahan dari daerah, kita lagi list, kita bahas. Ada pengaturan yang berlebihan, sedang dibahas detailnya,” ujarnya.

Para pelaku industri hulu migas, Wiratmaja menambah­kan, ingin peraturan kembali seperti sebelum adanya PP 79/2010, yaitu pajak-pajak seperti PBB, PPN, PPh, dan pajak daerah tidak ditanggung oleh investor. “Usulan dari pelaku industri hulu migas sih balik seperti sebelum ada PP 79/2010. Tetap ada pajaknya tapiassume and discharge,” tutupnya.

Revisi PP 79/2010 ditar­getkan bisa selesai tahun ini. Diharapkan pemangkasan pajak-pajak dapat meningkat­kan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadan­gan minyak baru.

Sementara itu, PT Per­tamina (Persero) dijadwalkan menandatangani Nota Kes­epahaman (Memorandum of Understanding) dengan BUMN perminyakan Iran, Na­tional Iranian Oil Company (NIOC), pada 8 Agustus 2016.

MoU akan diteken lang­sung di Iran oleh Direktur Utama Pertamina dan Chief Executive Officer (CEO) NIOC. Kerja sama yang disepakati utamanya adalah pengelolaan blok-blok migas di Iran. “Kita sudah mendapatkan jadwal untuk pertemuan Dirut Per­tamina dengan CEO NIOC, untuk melakukan signing MoU tanggal 8 Agustus 2016 di Iran,” kata Direktur Hulu Per­tamina, Syamsu Alam, Kamis (4/8/2016).

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Jumat 26 April 2024

Setelah MoU sah, kedua perusahaan akan melakukan uji tuntas (due dilligence) un­tuk kerja sama menggarap blok migas di Iran. Kajian di­lakukan selama kurang lebih 6 bulan. Pertamina mengincar 2 blok migas di Iran, cadangan di setiap blok kurang lebih 2 miliar barel.

Tak hanya mengebor min­yak, Pertamina dan NIOC juga akan bekerja sama di bidang perdagangan. Pertamina ingin mengimpor minyak mentah dan LPG dari Iran. Harga min­yak dari Iran tergolong murah karena biaya produksinya ra­ta-rata di bawah USD 10/barel, setara dengan di Arab Saudi.

Selain itu, NIOC juga ter­tarik membangun infrastruk­tur migas di Indonesia bersa­ma Pertamina. NIOC berminat membangun tangki peny­impanan BBM (tangki timbun/storage) dan kilang minyak.

Penandatanganan MoU antara Pertamina dan NIOC ini sebenarnya rencananya sudah dilaksanakan pada Juni 2016 lalu. Namun, penandatan­ganan MoU mundur karena kesibukan pucuk pimpinan kedua perusahaan. “Memang mundur dari yang pernah kita rencanakan karena memang tidak mudah mensinkronkan jadwal 2 CEO,” pungkasnya. (Yuska Apitya/dtk)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================