d2d65c84-d531-4d0d-993d-b5565b30192a_169Bank Indonesia (BI) akan melakukan pelongga­ran loan to value (LTV) atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bulan ini. Dengan demikian, uang muka atau down payment (DP) yang dikenakan kepada masyarakat yang ingin membeli hu­nian lewat KPR lebih rendah dari sebelumnya.

Kebijakan tersebut dinilai masih belum cukup untuk meng­gairahkan sektor properti. Para pengembang properti yang ter­gabung dalam Real Estat Indone­sia (REI) menilai efeknya sangat sedikit.

Demikian disampaikan oleh Eddy Hussy, Ketua Umum DPP REI, di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Minggu malam (7/8/2016).

“Efeknya kecil. Kan uang muka rumah pertama 15%, kedua 20%, ketiga 25%. Mestinya tidak usah tanggung-tanggung, di mana peraturan LTV pada tahun sebe­lum 2013 kan (DP) cuma 10%, dan tidak diatur untuk rumah pertama dan kedua,” jelasnya.

Menurut Eddy, kekhawatiran BI akan terjadinya gelembung pada sektor properti terlalu berlebihan. Sementara diketahui, pemerintah tengah berupaya menggenjot pertumbuhan ekonomi. Sek­tor properti adalah salah satu pendorong terbesar.

“Ini seharusnya mengangkat properti ini supaya kembali bergairah dan kalau ja­lan apabila dinilai terlalu cepat ya dikunci lagi. Kalau lepas sedikit-sedikit itu kurang mendorong, jadi bedanya nggak banyak,” terang Eddy.

Eddy menambahkan, kebutuhan ma­syarakat akan properti khususnya rumah dan apartemen masih sangat tinggi. Dalam dua tahun terakhir, memang terjadi per­lambatan penjualan karena mengikuti kondisi perekonomian nasional.

Di samping itu ada beberapa kebi­jakan pemerintah yang membuat ma­syarakat ragu untuk belanja properti. Salah satunya adalah pajak.

“Kita perlu mengangkat kepercayaan orang lagi. Jadi LTV itu, buka saja dulu,” imbuhnya. (detik)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================