Melalui payung hukum terseÂbut, pemerintah (pihak yang diÂberi kewenangan) mempunyai dasar yang kuat untuk melakuÂkan monitoring dan kontrol yang dilakukan secara terus menerus, mulai dari proses pemotongan hingga proses distribusi dan pemasaran.
Kedua, tindakan tegas dan tiÂdak pandang bulu harus menjadi panglima dari proses implemenÂtasi peraturan yang dibuat agar dapat menumbuhkan efek jera bagi para pemburu rente perdaÂgangan daging “celeng oplosan†yang hanya mementingkan dirinÂya dengan mendzholimi konÂsumen umat Islam yang menjadi pelanggannya.
Ketiga, perlu juga dilakukan penelusuran praktik “mafia†perdaÂgangan daging “celang oplosan†ini hingga tuntas untuk memastikan bahwa “hulu†perbuatan ini diÂberikan hukuman yang tegas dan setimpal atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan olehnya.
Keempat, Pemerintah juga dapat menyiapkan perangkat sertifikasi perdagangan daging halal yang diberikan secara cuÂma-cuma kepada pedagang yang telah berhasil menunjukkan bahÂwa daging yang dijualnya berasal dari sumber yang jelas dan mengÂgunakan tata cara syariah (baca: rumah potong hewan “syariahâ€).
Kelima, pedagang “hijau†yang tidak melakukan praktik ini seharusnya dapat menjadi kontrol sosial bagi terciptanya praktik perdagangan daging haÂlal yang mampu memberikan perlindungan konsumen umat Islam. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena pedaÂgang “hijau†ini tentu saja akan menerima dampak turunan yang tidak kalah merugikan secara ekonomi karena “animo†maÂsyarakat untuk membeli daging halal di pasar tradisional akan mengalami penurunan dan pada gilirannya akan mengurangi tranÂsaksi perdagangan dagingnya sendiri. Keenam, konsumen seharusnya lebih cerdas untuk dapat mencium aroma kecuranÂgan yang disinyalir bakal terjadi bilamana ada daging yang dijual dengan harga “miring†dibandÂingkan dengan harga daging yang biasa dijual di pasar. Selain itu, konsumen dapat menjadikan salah satu atau beberapa pedaÂgang yang dapat dipercaya akan mampu menyediakan daging halal yang salah satunya dapat diÂtunjukkan dengan memperoleh sertifikasi halal dari instansi berÂwenang mengeluarkannya. Dan ketujuh, pemerintah dapat memÂbuka kotak layanan perlindunÂgan konsumen yang disediakan sebagai saluran terbuka bagi seluruh komponen masyarakat yang ingin mendapatkan layanan hak perlindungan konsumen. Untuk itu, pemerintah harus juga menyediakan perangkat terpadu yang dapat menjalankan amanah untuk memberikan hak perlindÂungan konsumen secara publik.
Perlindungan konsumen merupakan hak setiap warga negara Indonesia dan wajib diÂpenuhi oleh setiap komponen masyarakat yang berhubungan dengan penyediaan barang pubÂlik yang diperjual belikan di pasaÂran.
Kehadiran pemerintah sebÂagai service provider dan service arranger dalam penentuan kebiÂjakan, monitoring dan kontrol sangat dibutuhkan untuk memitÂigasi proses perdagangan daging “celeng oplosanâ€.
Kehadiran produsen dan pedÂagang jujur juga mutlak diperluÂkan agar praktik ilegal perdaÂgangan daging “celeng oplosan†tidak berulang-ulang terus terjadi dan merugikan konsumen umat Islam. Dan akhirnya, kehadiran konsumen yang cerdas sebagai media kontrol individu dan baÂgian kontrol sosial untuk menÂgucilkan para pedagang “licik†dan pemburu rente perdaganÂgan daging “celeng oplosan†dan pada akhirnya kejadian serupa tidak akan terulang di masa-masa mendatang. (*)