Untitled-6WALIKOTA Bogor Bima Arya Sugiarto menyatakan siap menyampaikan kesaksian apa adanya pada sidang kasus pengadaan tanah Jambu Dua di persidangan nanti. Bima tak ingin berpolemik seputar keterangan para saksi yang sudah disampaikan di pengadilan.

ABDUL KADIR | YUSKA APITYA
[email protected]

Saya siap untuk hadir memberikan kesaksian pada Senin mendatang. Nanti semua akan saya sampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya yakini,’’ kata Bima kepada wartawan di sela-sela acara Baznas Kota Bogor, Kamis (11/8/2016)

Seperti diberitakan harian ini, sidang lanjutan kasus dugaan mark up harga lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, makin panas. Dua saksi yang dihadirkan pada persidangan Rabu (10/8/2016) di PN Tipikor Bandung, yakni Wakil

Walikota Bogor Usmar Hariman dan Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono memberikan keterangan yang memojokkan Walikota Bima Arya. Namun Bima enggan menanggapi ini.

Sidang yang menyedot perhatian publik Kota Bogor ini, sudah meng­hadirkan hampir seluruh saksi di Pengadilan Tipikor Bandung. Tinggal dua saksi lagi yang tersisa, yakni Wa­likota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat.

Kedua pejabat tinggi Kota Bogor ini bakal dihadirkan ke Bandung Senin (15/8/2016) mendatang. Bima dan Ade diminta untuk bernyanyi segamblang-gamblangnya soal kasus ini. Sidang kasus ini memang kian memanas, mengingat hampir selu­ruh kesaksian yang diberikan terke­san mengarah kepada Walikota Bo­gor, Bima Arya. Tak gentar, dengan tegas Bima menyatakan siap mem­bongkar semua kasus ini melalui kes­aksiannya di persidangan.

Menurut Bima, tidak semua kes­aksian yang telah diberikan di meja persidangan itu benar. “Ada yang benar dan ada yang tidak benar, nan­ti akan saya sampaikan, akan saya konfirmasi dan konfrontasi, yang benar akan saya akui dan yang tidak benar akan saya tolak,” terangnya.

Bima juga mengklaim semua kesaksian yang diberikan oleh para bawahannya di Pemkot Bogor (ekse­kutif, Red) sejauh ini sudah disam­paikan dan sesuai. “Kadang ada kesaksian yang dimuat dimedia mis­alnya A ketika disampaikan kepada saya dan saya lihat rekamannya tidak seperti itu,” pungkasnya.

Menurutnya, kasus Jambu Dua ini pada prinsipnya merupakan ke­bijakan untuk memuliakan PKL. “Semua sudah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan prosedur,” pungkasnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor, Muhammad Mihradi mengatakan, yang harus diurai terlebih dahulu dalam kasus ini adalah sisi admin­istrasinya mengenai penganggaran dan Perda. “Apakah ini hanya se­mata-mata penyimpangan proses administrasi atau ada mengarah ke­pada unsur tindak pidana korupsi,” paparnya.

Menurutnya, terkait dengan ha­sil Perda APBD secara logika hal ini merupakan anak dari keputusan ber­sama antara legislatif dan eksekutif. “Dalam hal ini bisa terjebak pada ke­sesatan. Artinya orang yang seharus­nya bersalah bisa menjadi tidak ber­salah dan orang yang tidak bersalah malah menjadi bersalah,” tuturnya.

Ia juga menambahkan, dalam hal ini merupakan proses pembelajaran kepada eksekutif maupun legislatif untuk membenahi sistem adminis­trasi guna mencegah terjadinya hal-hal seperti ini yakni adanya doku­men yang tidak valid antara Perda maupun SK DPRD. “Semua ini masih parsial, karena berangkat dari titik pidana, seharusnya dimulai melalui admnistrasi terlebih dahulu barulah dilihat ujungnya pidana atau bu­kan,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Pelantikan Pengurus JJB 2024-2027 Siap Digelar, Berikut Susunannya

Hasil kesaksian yang diberikan Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono cukup mengejutkan publik. Terutama di bagian yang mengklaim dirinya sama sekali tidak mengetahui tentang harga lahan Jambu Dua yang dibayarkan Pemkot Bogor kepada Angkahong melalui Perda sebesar Rp 43,1 miliar.

Ada pertanyaan aneh yang dilon­tarkan pengacara Irwan Gumelar ter­hadap Untung Maryono. Ketua DPRD itu mendadak dihantam pertanyaan soal duit Rp2 miliar dan Rp600 juta. Namun, Untung Maryono mengaku tak tahu soal duit ini. Para saksi si­dang pun menghela nafas dan mel­ongo mendengar pertanyaan penga­cara Irwan Gumelar, terdakwa kasus Jambu Dua itu.

Dalam kesaksiannya, Untung Maryono juga sempat terpancing emosi saat dihujani pertanyaan dari Penasihat Hukum tiga terdakwa. Na­mun, dirinya tetap bertahan pada kesaksiannya yakni anggaran untuk pembebasan lahan tersebut sebesar Rp 17,5 miliar.

Untung Maryono menjelaskan, Komisi B yang mengetahui adanya pengadaan lahan Jambu Dua. Semua itu dimulai pada tanggal 17 Septem­ber 2014 tentang adanya penyam­paian Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang dibahas an­tara komisi B dengan dinas terkait.

“Saya bersama para Wakil Ketua DPRD memunculkan nota kesepaka­tan pada 30 September 2014 lalu dengan menganggarkan kajian Rp 200 juta untuk Muria. Saya belum mengetahui saat itu pengadaan lahan Warung Jambu,” aku Untung di hada­pan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung, Rabu (10/8/2016) lalu.

Untung melanjutkan, ada rapat paripurna yang disampaikan Wakil Walikota tentang pengadaan Jambu Dua. Saat itu, Walikota Bogor sedang di tanah suci anggaranpun di usul­kan. Anggaran untuk pembebasan lahan Jambu Dua dimunculkan kem­bali Rp 55 miliar pada tanggal 9, 10 dan 11 Oktober 2014 dalam rapat di­nas dengan Tim Anggaran dan Pem­bangunan Daerah (TAPD).

“Sekretaris Daerah Ade Sarip Hidayat yang merupakan ketua Tim TAPD yang memunculkan angka itu, lalu dibahas oleh DPRD. Kemudian tanggal 10 dibuat notulen rapat isin­ya dari Rp 55 miliar, tanggal 11 Okto­ber muncul angka Rp 25 miliar. Lalu pada 14 Oktober 2014 dimunculkan Rp 17,5 miliar atas dasar kesepakatan bersama TAPD dengan Badan Ang­garan (Banggar) dan untuk evaluasi dibahasa dengan hasil yang sama,” terangnya.

Untung lanjut menjelaskan, ke­mudian ada dana dari evaluasi gu­bernur yang muncul pada tanggal 3 November dan 5 November 2014 dibahas bersama dengan Walikota Bogor, Bima Arya. Dikatakan dalam rapat, pembebasan lahan Jambu Dua sebesar Rp 17,5 miliar.

“Perda dan perwali saya tidak tahu, pas ramai demo anggaran yang saya ketahui Rp 17,5 miliar dan ternyata yang muncul di Perda Rp 43,1 miliar. Teguh Ketua Komisi B yang mengetahui adanya pengadaan lahan Jambu Dua itu, sementara Ke­pala Koprasi UMKM tidak mengeta­hui mungkin,” tuturnya.

BACA JUGA :  Kebakaran di Sumedep Hanguskan Gudang Pabrik Mebel

Lebih dalam Untung menjelaskan, kemudian ada rapat di Hotel Park Cawang selama 3 hari, pada tanggal 14 Oktober 2014 yakni fi­nalisasi dan 15 Oktober 2014 untuk diparipurnakan. Disitu, ada yang keberatan dengan nilai yang tinggi, alhasil alternatif adalah Rp 25 miliar. Semua anggaran itu muncul karena pada tanggal 17 Oktober 2014 harus dikirimkan evaluasi kepada Guber­nur Jawa Barat dan pada tanggal 5 November 2014 Sekda menyampai­kan ada Rp 35 miliar BBA dari Jawa Barat.

“Adanya itu jadi bahasan DPRD juga, dari pagi sampai sore. Tidak ada perincian uang dari provinsi Jawa Barat, yang membuat struktur adalah TAPD. Saya berpegang evalusi Gubernur dan Perpres,” tuturnya.

Sementara itu, terkait dengan persidangan permintaan keterangan saksi Wakil Walikota Bogor, Usmar Hariman dalam kesaksiannya men­gaku, sudah bertemu dengan Angka­hong sebanyak tiga kali.

“Pertama dengan pak Bima Arya (Walikota) dan Ade Sarip (Sekda). Ke­mudian bersama Yus Ruswandi (ang­gota DPRD) dan terakhir di ruang rapat walikota sekitar 26 Desember 2014 dihadiri beberapa pejabat lain­nya,” ungkap Usmar.

Usmar juga mengaku, saat Wa­likota pergi haji dan dirinya menjadi Plh, maka dirinya mengambil inisiatif untuk menyampaikan pesan pendek melalui Blackberry Massanger (BBM) kepada Walikota, Bima Arya karena dalam waktu dekat akan dilakukan penandatanganan nota kesepaha­man dengan DPRD, sehingga dirinya menanyakan kepada Walikota apak­ah lahan Angkahong ini akan dibahas.

“Dan Walikota membalas BBM saya dengan isi pesan; gambaran­nya silahkan diajukan dan sampai­kan salam saya kepada teman-teman DPRD. Karena itu lah, saat sambutan di paripurna saya sampaikan ma­salah lahan Angkahong ini,” ujarnya.

Usmar juga menerangkan terkait dengan status tanah, Angkahong mengklaim bahwa itu semua miliknya dan memiliki bukti surat-suratnya.

Ketika Pengacara menanyakan tentang kondisi lahan saat ini, Usmar menjawab jika lahan tersebut be­lum bisa dipakai karena ada perma­salahan hukum ini. “Dan saya akui program penanganan PKL ini gagal karena adanya kasus hukum ini,” tu­kasnya.

Usmar juga menjelaskan, penga­juan uang sisa salur untuk apa saja, hal tersebut tidak diketahuinya. “Soal keharmonisan DPRD dan pem­kot saat ini yah berdinamika saja,” jawab Usmar.

Usmar pun menambahkan, per­temuan dengan Angkahong ditemani Yus Ruswandi hanya untuk bertanya saja soal keabsahan lahan, namun itu disampaikan hanya secara lisan saja tanpa melihat dokumen asli meski diakui pemilik jika dokumen itu ada. “Paling bertemunya hanya 5 sampai 10 menit saja disana,” pungkasnya.

Terkait dengan polemik Jambu Dua ini banyak hal yang menarik didalamnya. Apakah semua ini ma­suk kedalam unsur politik? Atau memang benar semuanya murni di­gunakan untuk kemaslahatan para PKL? Hanya putusan hakim yang akan menjawabnya.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================