Saat evaluasi turun dalam bentuk narasi atau tanpa angka, masih kata Ade, ada evaluasi yang harus dibena­hi di sektor pendapatan dan belanja. Kemudian, setelah menerima evalu­asi maka dilakukan pembahasan ber­sama badan anggaran yang diketuai juga oleh Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono, sekaligus mem­bahas pendapatan berupa uang sisa salur pajak kendaraan bermotor dari pemprov sebesar Rp35 miliar lebih.

Ketua Banggar (Untung W Maryo­no) saat itu, jelas Ade, menyebutkan sisa salur ini digunakan untuk kebu­tuhan pinjam pakai mobil muspida, pembelian mobil dinas Ketua DPRD, pembelian 4 mobil Ketua Komisi DPRD, hibah pembangunan di Pol­resta Bogor dan sisanya sebesar Rp31 miliar ini untuk lahan Jambu Dua.

“Pak Untung yang menawarkan Rp31 miliar ini untuk membeli lahan di Jambu Dua dan kami dari TAPD dan Banggar DPRD menyatakan sepakat, kemudian diketuk palu,” ungkapnya.

Jawaban Ade ini, mementahkan pernyataan Untung W Maryono yang minggu lalu memberi kesaksian. Na­mun tidak mengakui soal pembelian mobil dinas untuk DPRD dibahas dari uang sisa salur dan mengesahkan si­sanya untuk lahan Jambu Dua. “Itu saksinya banyak. Notulensinya ada dan Pak Untung lah yang meminta ke­sepakatan kepada peserta rapat soal sisa uang salur itu,” sambung Ade.

BACA JUGA :  Sandwich Salad Tuna, Menu Sarapan yang Simple Dijamin Keluarga Suka

Dari rangkaian kegiatan itu, kata Ade, timbulah keputusan pimpi­nan DPRD terkait penyempurnaan pendapatan dan belanja 2014. “Dan ini disetujui atau diketahui juga oleh Pak Untung karena ada produk per­da serta perwali yang didalam itu salah satunya penjabaran tentang belanja daerah kemudian dilembar daerahkan. Jelas, dasar pembelian la­han Angkahong, untuk gaji dan lain­nya sudah tercatat di perda dan kita harus laksanakan isi perintahnya,” tegasnya.

Terkait pernyataan Ketua DPRD disepakati hanya Rp17,5 miliar, Ade menuturkan, SK pimpinan DPRD jadi pedoman untuk APBD. Dan bisa dibuktikan dengan dokumen yang ada jika SK Pimpinan DPRD Nomor 1903 dengan Perda Nomor 7 tahun 2014 sama menyatakan jika pembe­lian itu pagunya Rp49,2 miliar. “Yang Rp17 miliar itu ada di lampiran SK pimpinan DPRD karena itu berfungsi menjawab evaluasi gubernur dan ti­dak bisa dirubah,” papar Ade.

Soal kegiatan tanggal 26 Desem­ber, Ade menjelaskan, jika saat itu dirinya beserta Walikota, Wakil Wa­likota dan Kabag Hukum saat itu menerima laporan dari Yudha (ter­dakwa) yang minta dibantu untuk melobi Angkahong karena keukeuh dengan harganya yang bisa dikatakan tinggi. Selain itu dilaporkan juga ada perbedaan penghitungan appraisal, sehingga pihaknya meminta untuk melakukan koordinasi lagi terkait penghitungan tersebut.

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Mobil Warga Karangasem, 4 Armada Dikerahkan

Di akhir persidangan, terdakwa Hidayat Yudha Priyatna menjelas­kan, jika pada tanggal 26 Desember dirinya bersama tim ada di rumah Angkahong. Pada tanggal 27 De­sember itu yang disampaikan justru dikeluarkan angka Rp39 miliar dan angka Rp43,1 miliar itu kesepakatan Angkahong dan Bima. “Mengenai kabar Rp2 miliar, akan saya luruskan dimana itu adalah angka lebih untuk kegiatan lain,” singkat Yudha.

Sementara itu, kesaksian dari Wa­likota Bogor Bima Arya dimundur­kan pada Senin (22/08/2016) men­datang karena waktu untuk meminta keterangan Walikota dirasa tidak me­mungkinkan oleh Majelis Hakim.

Banyaknya kesaksian yang masih terbilang ‘rancu’ membuat majelis Hakim mengatur agenda ulang den­gan menghadirkan Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono, Sekda Bogor; Ade Sarip Hidayat, Anggota Banggar; Yus Ruswandi dan, Teguh Rihananto yang direncanakan pada Rabu (24/08/2016) mendatang.

(Abdul Kadir Basalamah | Yuska)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================