2-beras-imporJAKARTA, TODAY—Kementerian Pertanian  tidak mengeluarkan rekomendasi untuk izin impor beras pada 2016. Rekomendasi terakhir dikeluarkan pada 2015, untuk menghadapi ancaman penurunan produksi padi. “Kementan tidak mengeluarkan izin rekomendasi impor beras,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, Rabu (19/10/2016).

Terkait dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), Amran mengungkapkan, adanya perbedaan pemahaman. Data BPS mencatat selama Januari-September 2016, beras impor masuk sebesar 1,14 juta ton atau senilai USD 472,5 juta. Menurut Amran, itu adalah jenis beras khusus.

Beras khusus, misalnya memiliki kualitas yang sangat tinggi untuk keperluan hotel dan restoran, rumah sakit, dan sebagainya. Harga jualnya pun bisa berbeda dengan beras yang dibeli masyarakat umum. “Kalau data BPS itu adalah beras khusus,” terangnya.

Kementan terus berupaya menjaga produksi padi agar mencukupi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga harga bisa tetap stabil dan tidak perlu mengambil langkah impor. Strateginya adalah dengan memanfaatkan lahan tadah hujan dengan mengembangkan embung, long storage, dam parit, dan sumur dangkal dapat meningkatkan luas tambah tanam Oktober 2015-September 2016 hingga 1,2 juta ha. Dengan capaian ini diprediksi tidak akan ada paceklik tahun ini dan seterusnya.

BACA JUGA :  Lauk Praktis untuk Makan Siang, Suun Goreng Telur dan Kol yang Enak dan Nikmat

Data BPS menyebutkan, impor beras mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada tahun ini. Selama Januari-September 2016, beras impor sudah masuk sebesar 1,14 juta ton atau senilai USD 472,5 juta. Sedangkan untuk untuk periode yang sama di tahun sebelumnya, impor beras hanya sebesar 229.611 ton atau setara USD 99,8 juta.

Pemasok beras terbesar adalah Thailand dan Vietnam. Lainnya dengan volume dan nilai yang cukup besar adalah Pakistan, India, dan Myanmar. Berikut rincian impor beras selama Januari-September 2016:

  1. Thailand 505.590 ton atau USD 216,2 juta
  2. Vietnam 535.376 ton atau USD 212,5 juta
  3. Pakistan 63.992 ton atau USD 22,5 juta
  4. India 25.731 ton atau USD 11,7 juta
  5. Myanmar 13.775 ton atau USD 5,4 juta
  6. Negara lainnya 1.858 ton atau USD 4 juta

Sektor pangan dalam dua tahun perjalanan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) ternyata belum sesuai harapan. Masih banyak komoditas pangan dengan harga yang tidak stabil dan bahkan cenderung tinggi.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Tumis Buncis dan Wortel yang Renyah dan Sedap

“Belum (sesuai cita-cita), kalau ditanya itu beliau menegur kami terus semua para menteri untuk mengawasi itu. Mengawasi harga pangan supaya tidak terjadi gejolak,” terang Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, usai menghadiri acara Jakarta International Logistic Summit&Expo (JILSE) di JIExpo Kemayoran, Jakarta.

Salah satunya adalah harga daging. Harga daging memang stabil, akan tetapi stabil pada level tinggi. Meski sudah mengeluarkan berbagai kebijakan, namun harga daging tak kunjung turun.

“Misalnya harga daging, beliau (Presiden Jokowi) memberikan teguran untuk segera diperhatikan betul, karena turunya begitu sangat kecil, beras juga, kemudian bawang relatif sudah ok,” imbuhnya.

Enggar mengaku masih butuh waktu untuk menyelesaikan persoalan harga pangan. Satu rancangan kebijakan sudah disiapkan agar pada periode yang biasanya harga melonjak, tidak terjadi lagi. “Persediaan pasokan, harga turun dan stabil, serap seluruh produksi dalam negeri. Tiga hal itu yang akan dilakukan,” tukasnya.(Yuska Apitya/dtk)

============================================================
============================================================
============================================================