Menurutnya, PP tersebut sudah salah sejak awal. Hal tersebut akan mengganggu keinginan perusahaan khususnya non keuangan untuk melakukan IPO, dan juga tambah membebani emiten.

“Mereka sudah terbuka, telanjang, tapi masih saja dibebani dengan adanya iuran-iuran itu,” terang Franky. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga resmi melarang perusahaan keuangan berbasis teknologi (Fintech), untuk menarik dana nasabah. Perusahaan Fintech dilarang menerima dana nasabah dalam bentuk simpanan sebagai sumber dana bisnis penyaluran pinjaman.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Beleid POJK tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad 28 Desember 2016 lalu. OJK memang mengizinkan perusahaan Fintech untuk menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman (peer to peer lending). Namun yang perlu dicatat, sumber dana pinjaman tersebut harus berasal langsung dari pihak pemberi pinjaman.

BACA JUGA :  Cemilan Rumahan dengan Donat Labu yang Sedang Viral Kelezatannya

“Perusahaan Fintech dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Muliaman dikutip dari aturan tersebut, kemarin.

Selain itu, OJK juga membatasi nominal pinjaman yang bisa diberikan oleh perusahaan Fintech. Otoritas memberikan plafon pinjaman yakni maksimal Rp2 miliar untuk setiap debitur.

“OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum total pemberian pinjaman dana,” ujar Muliaman.

OJK juga mewajibkan perusahaan Fintech untuk mendaftarkan kegiatan usahanya kepada OJK. Perusahaan Fintech yang telah beroperasi sebelum POJK diundangkan juga wajib mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK paling lambat enam bulan setelah POJK terbit.

BACA JUGA :  Tanggal Tua Masak yang Sederhana Dengan Tumis Sawi Putih Jagung Muda yang Lezat dab Sedap

Muliaman menilai, penerbitan regulasi untuk bisnis Fintech perlu dilakukan. Pasalnya sampai dengan saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan bisnis layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna.

“Peraturan OJK ini antara lain berisi ketentuan untuk meminimalisasi risiko kredit, perlindungan kepentingan pengguna seperti penyalahgunaan dana dan data pengguna, dan perlindungan kepentingan nasional seperti kegiatan antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, serta gangguan pada stabilitas sistem keuangan,” kata Muliaman. (*)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================