Arzuria.originalJAKARTA TODAY- Head of Research lembaga konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL), James Taylor mengatakan, kestabilan makro ekonomi Indonesia akan menentukan pertumbuhan investasi di sektor properti, khususnya di bisnis Apartemen.
Beberapa indikator yang akan menentukan tumbuhnya bisnis properti ke depan adalah nilai tukar rupiah yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang melambat dan tarif pajak yang dikenakan untuk apartemen mewah dan super mewah.

“Penjualan yang rendah itu karena sentimen makro ekonomi bukan karena daya beli. Sentimen seperti perlambatan ekonomi, rupiah, dan penerapan pajak di kondominium mewah dan super mewah,” katanya dalam jumpa pers di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, kemarin.

Seperti diketahui, angka penjualan kondominium atau apartemen di Jakarta terus menurun sejak dua tahun terakhir. Sepanjang tahun 2016, jumlah unit apartemen yang berhasil terjual adalah 5.450 unit, lebih rendah dari penjualan di tahun 2014 dan 2015 masing-masing sekitar 17.000 dan 11.000 unit.

Rata-rata angka penjualan di kuartal IV 2016 mengalami penurunan menjadi 69%, lebih rendah dibandingkan rata-rata penjualan di kuartal IV 2015 sebesar 82%.

“Hampir seluruh kelas cukup stabil, tapi kenaikannya sedikit. Maka banyak developer yang memberikan flexibilitas dalam pembayaran. Dengan demikian penjualan di level 69% yang kita anggap masih sehat bisa tetap terjadi,” ungkapnya.

Head of Advisory JLL, Vivin Harsanto mengatakan, angka penjualan ini telah mencapai titik terendahnya. Sehingga diharapkan, untuk tahun-tahun ke depan akan terjadi rebound atau perbaikan angka penjualan, seiring dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, stabilitas nilai tukar rupiah, dan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam tarif perpajakan.

“Dalam 12 bulan ke depan diharapkan ini akan membaik. Karena ini kita anggap pasarnya sudah di titik terendah. Selain itu ekonomi juga dipercaya membaik, stabilitas rupiah. Tapi pajak untuk apartemen mewah dan super mewah masih jadi hambatan penjualan di kelas tersebut,” tutur dia.

“Orang beli kondominium itu kan untuk segera dijual supaya dapat capital gain. Dengan adanya rupiah yang stabil, maka ada perencanaan jangka panjang, paling tidak perencanaannya clear dan akan lebih confident untuk memboost sentimen pasar. Jadi turun (penjualannya) bukan karena daya beli, tapi karena sentimen pasar yang belum confident untuk berinvestasi,” pungkasnya. (Yuska Apitya/dtk)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================