JAKARTA TODAY- Masuknya nama Ketua Umum Partai Golkar dalam dakwaan kasus suap kartau tanda penduduk elektronik atau e-KTP membangkitkan dorongan di lingkup internal partai yang mengarah pada musyawarah luar biasa. Kamis kemarin 9 Maret 2017, sidang perdana kasus yang merugikan negara Rp 2,55 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang menghadirkan dua terdakwa pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Beberapa pengurus pusat dan kader Partai Golkar mengatakan keterlibatan Setya dalam skandal megakorupsi ini membuat resah sebagian besar pengurus partai di tingkat pusat hingga daerah. Bahkan, beberapa petinggi partai telah bergerilya ke pengurus daerah untuk menggalang dukungan menuju munaslub. Dukungan pengurus daerah penting untuk penyelenggaraan munaslub. Agenda munaslub, kata seorang pengurus Golkar, bisa mengarah pada pelengseran Setya dari posisi ketua umum. “Suara dan dukungan mengarah munaslub sudah ada,” kata seorang pengurus pusat Golkar.

BACA JUGA :  10 Persen Angka Kematian ASN Akibat Penyakit Tidak Menular, Sekda Kota Bogor Tingkatkan Sosialisasi

Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Yorrys Raweyai, mengatakan kasus e-KTP telah membuat goncangan besar di partainya. Dia khawatir persidangan kasus ini yang berlangsung lama, dan terus menggelinding ke publik, akan berpengaruh terhadap partai. Yorrys khawatir kasus e-KTP menggerus suara Golkar dalam sejumlah agenda politik, di antaranya pemilihan kepala daerah 2018, pemilihan umum legislatif, dan pemilihan presiden 2019. “Kasus ini meresahkan kami,” kata Yorrys.

Ia pun telah mengirimkan surat resmi berisi kritik tajam terhadap kepemimpinan Setya Novanto. Yorrys mengirimkan surat resmi dengan judul “Pokok-pokok Pikiran tentang Peran Golkar dalam Situasi Politik Nasional dan Kondisi Internal Golkar Pasca-100 Hari Masa Kepengurusan Munaslub 2016”. Ia melayangkan suratnya pada Senin lalu. Dalam surat itu, Yorrys mengkritik Setya yang mengabaikan prinsip kepemimpinan demokratis. Yorrys juga menyebutkan Setya memimpin partai tanpa berpijak pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.

BACA JUGA :  HARI KEBANGKITAN NASIONAL PERLU PELURUSAN SEJARAH?

Seperti Yorrys, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung juga khawatir atas kondisi politik dan internal partai. Menurut dia, kondisi ini mengarah pada penyelenggaraan munaslub. Apalagi, kata dia, kondisi partai saat ini kurang solid dibanding pada 2002 lalu ketika Akbar menjadi Ketua Umum Golkar dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dana nonbujeter Bulog. “Kepentingan pribadi dan transaksionalnya kuat dalam kasus ini,” ujar dia. “Tapi harapan saya tidak terjadi (munaslub).”

Setya Novanto menyatakan telah mendengarkan kabar ada gerakan menggalang dukungan munaslub. Menurut Setya, Golkar merupakan partai yang demokratis, sehingga jika ada usul munaslub, itu merupakan hal yang biasa. “Kalau ada yang usul, tidak apa-apa. Golkar itu partai yang demokratis,” kata Setya ketika berkunjung ke kantor Tempo di Jakarta, Rabu lalu.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================