JAKARTA TODAY- PT Pertamina (Persero) berharap harga minyak kembali melemah di sisa tahun 2017 mendatang agar tidak rugi berjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar.

Selain itu, harga minyak yang lebih rendah setidaknya bisa menopang keuangan perusahaan jika nantinya pemerintah tidak mengubah harga BBM penugasan pada April mendatang.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina M. Iskandar menuturkan, perusahaan mulai mengalami defisit dari penjualan BBM sejak harga minyak dunia menyentuh angka US$50 per barel di bulan Oktober silam.

Padahal, harga minyak dunia yang sesuai dengan harga keekonomian BBM penugasan tercatat US$45 per barel, sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

“Kami minus sejak Oktober kemarin. Di tiga bulan terakhir, penjualan premium defisit Rp150 per liter dan solar Rp300 per liter. Maka dari itu, kami berharap harga minyak turun kembali,” jelas Iskandar di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (23/3).

Ia menuturkan, kondisi pelemahan harga minyak dibutuhkan karena pemerintah tak memberikan kompensasi kerugian kepada Pertamina jika berjualan BBM penugasan di bawah harga keekonomian.

Sebagai gantinya, pemerintah memperbolehkan Pertamina untuk tidak menurunkan harga BBM penugasan jika nantinya harga minyak melemah. Sayangnya, fluktuasi harga minyak tidak bisa diramal dengan pasti.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sambal Ikan Sepat Cabe Hijau yang Mantul

Rugi Rp4,05 Triliun

Selain itu, Pertamina pun tidak bisa mengintervensi pemerintah ihwal penetapan harga BBM jenis Premium dan Solar. Menurutnya, keputusan pemerintah untuk mengubah harga BBM bukan berdasar atas keuangan Pertamina, namun atas dasar kondisi makroekonomi nasional.

“Kami sudah bicara dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait masalah defisit ini, tapi keputusan pemerintah dalam mengubah harga BBM kan kondisi makroekonomi seperti inflasi,” jelas Iskandar.

Ia mengaku Pertamina sudah tidak bisa lagi mengatasi defisit berjualan BBM. Pasalnya surplus sebesar Rp2 triliun akibat berjualan BBM di atas harga keekonomian sepanjang semester I tahun lalu, sudah habis digunakan pada Januari lalu. Akibatnya kerugian berjualan BBM pada Februari dan Maret harus ditanggung perusahaan.

Iskandar mengaku belum menghitung kerugian berjualan Premium dan Solar sepanjang kuartal I 2017 karena masih melakukan konsolidasi perhitungan internal.

Namun, menurut simulasi perusahaan, Pertamina bisa mengalami defisit berjualan Premium sebesar Rp601 miliar dan defisit Rp3,45 triliun dalam menjual Solar sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

BACA JUGA :  Bima Arya Ajak Ratusan PKWT Ngaliwet, Siap Perjuangkan Kesejahteraan

“Namun perhitungan pastinya masih kami konsolidasi, karena kan ini harga dari setiap daerah di Indonesia. Setidaknya kerugian ini tidak separah tahun 2015 silam, di mana kami pernah rugi berjualan BBM sebesar Rp80 miliar per harinya,” pungkas Iskandar.

Di sisi lain, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah belum menentukan sikap ihwal perubahan harga Premium dan Solar pada April mendatang. “Tunggu dulu,” ujar Arcandra di Kementerian ESDM, kemarin malam.

Menurut Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 tahun 2015, penyesuaian harga BBM penugasan dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan mempertimbangkan rata-rata harga mean of plats Singapore (MOPS), harga minyak dunia, dan nilai tukar Dolar AS dengan kurs beli Bank Indonesia (BI).

Evaluasi terakhir dilakukan pada 1 Januari 2017, sehingga peninjauan penyesuaian harga BBM seharusnya akan dilakukan pada 1 April 2017 mendatang. Pada penyesuaian lalu, harga Premium tetap dipatok Rp6.450 per liter dan harga Solar sebesar Rp5.150 per liter, di mana harga sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================