JAKARTA TODAY- Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memberikan rapor merah bagi pelaksanaan amnesti pajak (tax amnesty). Pasalnya, program yang berlangsung selama sembilan ini gagal mencapai tujuan yang diamanatkan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

“Kalau berdasarkan amanat UU Nomor 11 Tahun 2016, pelaksanaan tax amnesty sudah pasti gagal,” tutur Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam konferensi pers di Kantor Indef, kemarin.

Untuk diketahui, pasal 2 ayat (2) UU Pengampunan Pajak mengamanat tiga tujuan utama program amnesti pajak. Pertama, amnesti pajak bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta (repatriasi), yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi.

Berdasarkan uji statistik yang dilakukan oleh Indef, aset repatriasi yang diperoleh dari program amnesti pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel likuiditas, nilai tukar, suku bunga, dan investasi. “Dampaknya [repatriasi] positif, tetapi tidak signifikan,” jelasnya.

Variabel-variabel tersebut lebih dipengaruhi oleh kondisi di luar tax amensty seperti kondisi ekonomi global, pertumbuhan ekonomi, daya saing investasi. Namun demikian, Enny mengakui bahwa uji statistik hanya dilakukan satu waktu karena program hanya berjalan selama sembilan bulan. Karenanya, perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data time series dan variabel yang lebih kompleks.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Jatim, Moge Tabrak Minibus di Jalur Pantura Probolinggo

Tujuan kedua, program amnesti pajak dilaksanakan untuk mendorong reformasi perpajakan menuju sistem pajak yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi. Hasilnya, dari sisi wajib pajak, program amnesti pajak hanya mampu menjaring 50.385 wajib pajak baru atau 0,15 persen dari wajib pajak potensial 2016,

Secara keseluruhan, program ini juga hanya diikuti oleh 965.983 wajib pajak atau hanya 2,95 persen dari wajib pajak terdaftar 2016, 32,8 juta. Dari sisi objek pajak, program amnesti pajak mampu mengungkap lebih dari Rp4.000 triliun harta wajib pajak yang selama ini tidak pernah dilaporkan. Hal ini mencerminkan lemahnya sistem perpajakan pajak penghasilan (PPh) selama ini. Mengingat objek PPh adalah penghasilan bukan harta, otoritas pajak harus segera memilah harta tambahan yang benar-benar berpotensi menjadi sumber penghasilan wajib pajak. Tujuan terakhir, implementasi amnesti pajak dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Sepanjang tahun lalu, penerimaan uang tebusan negara sebesar Rp107 triliun memang menjadi penolong utama pemerintah dari jeratan defisit anggaran.

BACA JUGA :  Menu Sederhana dengan Ayam Masak Tauco yang Bikin Menggugah Selera

Jika tidak ada tambahan dari tebusan tax amnesty defisit fiskal tahun lalu bisa mencapai 3,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Padahal, mandat UU Keuangan Negara menyatakan defisit fiskal tak boleh melebihi 3 persen dari PDB. Karenanya, Enny mengimbau, pemerintah ke depan harus lebih berhati-hati dalam mengoptimalkan penerimaan dan mengalokasikan belanja negara. Ia juga mengingatkan, pemangkasan belanja pemerintah akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. “Jangan sampai tax amnesty menjadi jalan pintas untuk menyelamatkan fiskal negara,” ujarnya.

Ke depan, lanjut Enny, pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk memastikan peningkatan kepatuhan pajak peserta tax amnesty. Dengan demikian, perluasan basis pajak dari Rp4.868 triliun lebih harta yang selama ini tidak tercatat bisa optimal dalam mendorong penerimaan negara. (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================