JAKARTA TODAY- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (12/4). Dalam laporannya, Ketua Umum Partai Golkar itu diduga telah memberikan keterangan yang tidak benar dalam proses penyidikan perkara korupsi e-KTP.

Saat dimintai keterangan sebagai saksi sebanyak dua kali oleh penyidik KPK, dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Setya secara tegas mengatakan tidak mengenal mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman yang saat ini berstatus terdakwa.

“Padahal Setya Novanto diduga telah melakukan pertemuan dengan Irman sebanyak tiga kali, dan setidaknya dua pertemuan membahas penganggaran proyek e-KTP,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.

BACA JUGA :  Dua Remaja di Lebak Duel Sengit Gunakan Senjata Tajam di Tengah Jalan Raya

Pernyataan Boyamin itu didasarkan bukti dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 6 April 2017 silam. Salah satunya lewat bukti foto pertemuan antara Setya dan Irman di Jambi. Foto itu ditunjukkan di muka persidangan. Selain itu, Boyamin menduga Setya telah memberi arahan kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin untuk menutupi perannya dalam perkara korupsi e-KTP. Hal itu, ia ketahui dari pengacara Nazaruddin, Elza Syarief. “Nazaruddin telah meminta Elza Syarief untuk tidak lagi menyebut nama Setya Novanto dalam kasus e-KTP dengan alasan Setya Novanto sudah berlaku baik kepadanya,” kata Boyamin.

Dia menambahkan, sebelumnya Nazaruddin selalu menyebut peran Setya dalam pengaturan anggaran pelaksanaan proyek e-KTP. “Bahkan telah memberikan sketsa pertemuan di Gedung DPR yang melibatkan Setya Novanto dan beberapa anggota dewan dalam penganggaran proyek e-KTP,” ujarnya.

BACA JUGA :  Hasil Thomas Cup 2024, Tim Bulu Tangkis Indonesia Kalahkan Inggris 5-0

Untuk itu, Boyamin melaporkan bahwa Setya telah melanggar pasal 21 dan pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam aturan tersebut dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tersangka, terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi, dapat dijatuhi hukuman minimal 3 tahun, maksimal 12 tahun. Begitu juga dengan mereka yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar, dapat diancam dengan hukuman yang sama.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================