Dia menuturkan, kepemilikan dari bank wakaf tersebut haruslah ormas. Nantinya pun saham terlarang untuk dipindahtangankan ke pribadi atau pun badan usaha. Hal ini untuk menjaga ‘marwah’ bank wakaf sebagai fasilitator permodalan usaha bagi umat. “Kita menjaga kepemilikan bank wakaf ini tidak seperti lembaga keuangan yang lain, yang nanti berpindah menjadi ke orang perorangan. Karena kalau orang perorangan visi misinya berubah,” terangnya.

Kepemilikan oleh ormas Islam, kata dia, juga diniatkan agar pemegang saham bank tersebut juga tidak menghendaki keuntungan. Selain itu, kredit yang digulirkan hanya untuk usaha umat, bukan sektor konsumsi. “Kayak misalnya NU atau Muhammadiyah itu kan dia lebih ke pengembangan umatnya. Karena tujuan pendirian umat untuk mengayomi anggotanya umatnya. Ini kita untuk pengembangan umatnya bukan ormasnya,” ujar Lestiadi.

BACA JUGA :  Pedagang Gorengan di Ciampea Bogor Ditemukan Tewas Gantung Diri

Diungkapkannya, sesuai dengan akta pendiriannya, modal dasar bank tersebut ditetapkan sebesar Rp 1 triliun, dengan modal yang disetor sebagai syarat pendirian awal yakni sebesar Rp 250 miliar. “Kalau dari wakaf dananya dikumpulkan dari masyarakat, masyarakat kemudian berwakaf ke ormas. Modal dasar Rp 1 triliun, tapi modal yang disetor kan sesuai ketentuan 25%, jadi Rp 250 miliar,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Melonguane Sulut Guncang Gempa Magnitudo 4,6

Sementara untuk operasinya, bank berbasis syariah tersebut tinggal menunggu persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).(Yuska Apitya/dtk)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================