JAKARTA TODAY- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk mengajukan revisi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Revisi ini bertujuan menggairahkan kembali minat eksplorasi di Indonesia.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah berencana mengubah ketentuan penggunaan barang penunjang eksplorasi impor. Ketentuan ini tercantum di dalam pasal 78 hingga 81 beleid yang akan direvisi tersebut.

Dalam aturan saat ini. kontraktor diperbolehkan untuk mengimpor barang penunjang eksplorasi sepanjang tidak tersedia di dalam negeri dan bisa mendukung efisiensi biaya operasional kontraktor.

Jika sudah menggunakan penunjang impor namun eksplorasi di sebuah lapangan masih tidak ekonomis, maka barang-barang tersebut perlu diserahkan ke pemerintah karena menjadi bagian dari cost recovery. Selanjutnya, karena menjadi aset pemerintah, maka peralatan impor ini dibebaskan bea masuk.

Namun, menurut Arcandra, kebijakan ini dirasa kurang adil. Pasalnya, dengan menyerahkan peralatan tersebut ke negara, maka kontraktor tak bisa menggunakan barang-barang itu di wilayah eksplorasi lainnya. Kalau pun mau menggunakannya, kontraktor harus melalui serangkaian proses panjang karena harus mendapat izin Kementerian Keuangan.

“Jika lapangan migasnya tidak ekonomis, rasanya tidak adil jika peralatan impornya diserahkan ke negara. Seharusnya, barang-barang penunjang itu bisa digunakan untuk eksplorasi di wilayah lainnya,” papar Arcandra di Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex 2017, Kamis (18/5).

BACA JUGA :  Diduga Karena Salah Paham, Warga Palembang Dibacok Tetangga

Arcandra ingin, peralatan penunjang impor ini bisa menjadi milik kontraktor, sehingga bisa digunakan di wilayah eksplorasi lainnya jika wilayah eksplorasi saat ini dianggap tidak ekonomis. Sebagai gantinya, kontraktor perlu membayar bea masuk atas barang-barang tersebut.

Dengan kebijakan ini, ia berharap masa eksplorasi bisa dipercepat, sehingga periode antara eksplorasi dan masa produksi pertama (first oil) tak terlampau jauh. Saat ini, rata-rata jangka waktu eksplorasi hingga first oil tercatat 15 tahun atau lebih lama dibanding dekade 1970-an yang berkisar lima tahun.

“Masukan ini datangnya dari pelaku usaha. Suatu ketika, pemerintah dan pelaku usaha berdiskusi mengenai hal ini. Mereka bilang, kebijakan yang berlaku sekarang does not make sense,” ungkapnya.

Selain masalah penggunaan barang impor, pemerintah juga akan memasukkan ketentuan baru ihwal komitmen pasti (firm commitment) eksplorasi yang dilakukan oleh kontraktor.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja menjelaskan, nantinya kontraktor bisa mengalihkan komitmen pasti eksplorasinya ke lapangan migas lain jika lapangan sebelumnya berpotensi tidak memiliki cadangan hidrokarbon. Di dalam PP saat ini, kontraktor hanya boleh melakukan firm commitment untuk satu Wilayah Kerja (WK) saja.

BACA JUGA :  Menu Bekal dengan Telur Gulung Sayuran Andalan Keluarga Tercinta

“Misalnya ada firm commitment seperti mengebor tiga sumur setelah melakukan seismik 2-D. Lalu setelah kajian, ditemukan tidak ada kandungannya, sudah pasti kosong isinya. Masa kontraktor harus tetap dipaksakan mengebor? Padahal mereka bisa pindah ke wilayah lain,” ujar Wiratmaja di lokasi yang sama. Dengan hal ini, perubahan hanya akan terjadi pada lokasi, sedangkan komitmen kontraktor seperti anggaran dan jumlah pengeboran tetap sama. Saat ini pemerintah juga tengah mengkaji apakah kebijakan ini hanya berlaku bagi kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) baru atau bisa diimplementasikan ke kontrak yang sudah ada. “Kami lagi membahas, opsi mana yang terbaik. Yang penting bisa menggairahkan eksplorasi,” lanjutnya.

Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), terdapat 192 WK eksplorasi yang ada di Indonesia saat ini. Pada tahun lalu, investasi hulu migas tercatat US$11,2 miliar atau menurun 26,79 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar US$15,3 miliar. (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================