JAKARTA TODAY- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengungkapkan telah memasukkan potensi penerimaan pajak dari perusahaan perdagangan elektronik (e-commerce) ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017.

Padahal, aturan main soal pajak e-commerce ditargetkan baru kelar pada September atau paling lambat akhir tahun ini. Sebab, masih ada pertimbangan pungutan pajak yang diharmonisasikan dengan ketentuan pajak internasional.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan, potensi tersebut telah dimasukkan dalam APBNP 2017 lantaran sejumlah pelaku e-commerce telah menyetor tagihan pajaknya.
“Sebagian sudah ada yang bayar. Tahun ini sudah kami proses (masukkan ke APBNP),” ujar Yon di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (5/9).

Sayang, Yon enggan merinci besaran pajak dari e-commerce yang telah didapat institusinya dan yang ditargetkan sampai akhir tahun ini.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 26 April 2024

Ia mengaku, DJP sulit memisahkan pajak e-commerce itu. Alasannya, sebagian besar e-commerce yang telah menyetor pajak merupakan perusahaan perdagangan yang menjalankan bisnis secara fisik (offline) dan non fisik (online) secara bersamaan.

“Ada toko tertentu, dia jual offline dan online. Saya kan susah juga ‘misahin’ pajaknya. Tapi semuanya masuk penerimaan pajak sektor perdagangan, sektor ini tumbuh 17 persen,” terang Yon.

Sementara dari sisi target pajak, disebutnya masih bisa berubah sesuai dengan perkembangan data pelaku e-commerce. Adapun pelaku e-commerce terbagi atas mereka yang merupakan pelaku di dalam negeri dan e-commerce asing yang menjalankan bisnisnya di Indonesia.

BACA JUGA :  Mau Traveling Kemana? Ini Dia Daftar 10 Hotel Terbaik di Dunia 2024, Dijamin Tak Mengecewakan

“Tapi kan berkembang, database e-commerce juga berkembang terus. Jadi, kita sekarang kembangkan database-nya dulu,” kata Yon.

Sebelumnya, DJP menyatakan aturan pajak e-commerce akan tetap mengacu pada beleid perpajakan yang saat ini telah berlaku bagi badan usaha, yaitu dipungut Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Lalu, agar tidak membebani perusahaan e-commerce yang bersifat rintisan (startup), pajak PPh baru dipungut bila nilai pendapatannya melebihi Rp4,8 miliar atau di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kemudian, besaran pajak yang dibayarkan kepada negara tetap menganut sistem pelaporan mandiri (self assessment). (Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================