“Maupun penasehat hukum Setya Novanto yang membawa sejumlah bukti dari Pansus Hak Angket, seharusnya menjadi ruang untuk mengevaluasi putusan praperadilan tersebut,” ucap Miko.

Meskipun, Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan putusan praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali, regulasi itu memberi ruang bagi MA untuk melakukan pengawasan terhadap putusan praperadilan. “Begitu juga KY yang juga dapat melakukan evaluasi dari sisi perilaku dan etik hakim. Oleh karena itu, MA dan KY seharusnya memberikan respons terhadap putusan praperadilan ini,” ujar dia.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang Simple dengan Gulai Terong Berkuah Rempah yang Sedap dan Nikmat

Dari sisi substansi, menurut dia, salah satu pertimbangan yang mencolok adalah ketika hakim menyatakan bukti untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka tidak sah karena muncul dan digunakan dalam perkara lain. Pertimbangan ini dianggap bermasalah.

“Karena mengasumsikan satu bukti hanya berlaku untuk satu orang dan perbuatan saja. Apabila logika ini digunakan, maka tidak ada pengusutan perkara tindak pidana korupsi yang berdasar pada pengembangan kasus lain,” ucap Miko.

BACA JUGA :  Gunung Dukono di Halmahera Utara Erupsi, Sembur Abu Vulkanis Setinggi 800 Meter

Kemudian, pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Setya Novanto tidak sah karena dilakukan pada awal penyidikan. Menurut hakim, hal ini menyimpang dari Pasal 44 Undang-Undang ndang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

“Padahal jika dirunut bahwa penetapan tersangka terhadap SN dilakukan melalui pengembangan kasus yang kesimpulannya adalah telah diperoleh minimum dua alat bukti yang sah untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Miko.(Yuska Apitya)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================