JAKARTA TODAY- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan pengembalian kerugian negara atau asset recovery sekitar Rp 1,9 triliun. Total hasil pemulihan keuangan negara itu berasal tindak pidana korupsi dari 2005 sampai Juli 2017.

“Sekilas asset recovery, total sampai Juni 2017, Rp1,9 triliun. Kemungkinan bisa bertambah,” kata Pelaksana Tugas Koordinator Unit Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK, Irene Putri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/10).

Irene mengatakan, pemulihan keuangan negara itu berasal dari denda, uang pengganti, sampai barang rampasan terpidana korupsi. Tak semua hasil sitaan tindak pidana korupsi dilelang, lantaran bisa dihibahkan ke instansi pemerintah yang membutuhkan.

Irene mencontohkan soal hibah, salah satunya gedung hasil rampasan perkara mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dihibahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Proses hibah hasil rampasan ini, kata Irene, harus melalui penilai dan persetujuan Kementerian Keuangan. Barang rampasan itu dimanfaatkan institusi negara untuk menunjang kinerja. Institusi itu wajib mengusulkan pada Kemenkeu jika mau memanfaatkannya.

BACA JUGA :  Halalbihalal IWAPI Kota Bogor, Hery Antasari: Ciptakan Pengusaha Tangguh

“Kementerian tersebut dicatat kembali penerimaan negara yang dialihkan dalam pencatatan,” jelas dia.

Irene menyebut seluruh hasil pemulihan keuangan negara itu bakal dimasukkan ke penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk itu, KPK selalu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu.

Irene menyadari, sejumlah barang sitaan dan rampasan, terutama harta bergerak, seperti mobil dan motor bakal terus menyusut nilainya. Apalagi dari proses pembuktian hingga lelang memakan waktu yang lama.

Penyusutan nilai aset sitaan dan rampasan itu juga dipengaruhi oleh perawatan yang dilakukan pihak Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Menurut Irene, tak semua Rupbasan memiliki fasilitas dan anggaran yang memadai untuk perawatan.

“Untuk Labuksi pengelola barang bukti yang ada menurut kami lebih baik (KPK), karena kita paham Rupbasan keterbatasan (anggaran),” kata jaksa penuntut umum KPK itu.

Lelang lebih awal menjadi solusi agar nilai aset barang sitaan dari tindak pidana korupsi tak terus menyusut. Namun, Irene menyebut langkah lelang cepat itu terkendala regulasi, belum lagi harus meminta persetujuan dari tersangka atau terdakwa.

BACA JUGA :  Jelang Purna Tugas, Sekda Burhanudin Titip Pesan Agar ASN Selalu Kerja Sinergi Bangun Kabupaten Bogor

“Lelang dapat dilakukan, Pasal 45 KUHAP menyatakan itu, tapi terbatas untuk barang mudah rusak, sulit perawatannya sehingga bisa dilelang lebih dulu. Sedapat mungkin dengan persetujuan terdakwa,” tuturnya.

Untuk itu, sambung Irene, saat ini Mahkamah Agung (MA) tengah menggodok peraturan tentang pengelolaan barang sitaan dan rampasan korupsi.

“Ini dalam proses, kami akan melakukan kajian lebih lanjut. Jadi KPK, kejaksaan, ya itu kemudian akan membantu ini,” tutur Irene.

Irene menyebut dalam peraturan itu juga tertuang barang sitaan dan rampasan terkait tersangka korporasi. Peraturan MA itu yang nantinya diharapkan bisa mengatasi permasalahan penurunan aset rampasan.

“Ya, mekanisme yang efektif untuk barang sitaan, barang rampasan, termasuk nanti barang sitaan, barang rampasan untuk korporasi,” ujarnya.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================