Saat ini pulau Jawa dengan luas hanya 6,77 persen dari luas daratan Indonesia dihuni oleh 56,94 persen penduduk Indonesia. Hal sebaliknya terjadi untuk Pulau Kalimantan, Maluku & Papua. Pulau Kalimantan dengan persentase luas daratan sebesar 28,48 persen hanya dihuni oleh 5,97 persen penduduk Indonesia.

Sama seperti Pulau Kalimantan, Pulau Maluku & Papua dengan persentase luas sebesar 25,91 persen hanya dihuni oleh 2,67 persen penduduk Indonesia. Pulau jawa menampung 56,30 persen dari total penduduk Indonesia. Padahal luas pulau jawa hanya 5,6 persen dari total luas Indonesia. banyaknya penduduk ini sudah harus menjadi perhatian dari berbagai pihak.

Bencana terus menerus di pulau Jawa dapat menghambat perkembangan daerah pada wilayah lain. Disamping, pulau Jawa sebagai pusat pembangunan dan pangan juga nanti banyak dana dialokasi untuk penanganan pasca bencana. Perlu melakukan mitigasi bencana.

BACA JUGA :  Waspada Potensi Tsunami, Gunung Ruang Sitaro Kembali Status Awas Usai Erupsi

Pertama, mengubah prinsip pembangunan. Sudah menjadi realita dalam kehidupan kita kalau ekologis belum dianggap sebagai ukuran utama dalam keberlanjutan pembangunan. Sebaiknya ukuran pencapaian ekonomi pada setiap daerah di Indonesia dikur dengan masalah lingkungan. Jika suatu daerah tersebut inten terdampak bencana maka belumlah maju daerah-daerah itu.

Selama ini kemajuan daerah selalu diukur dengan ekonomi. Satu sisi keberlanjutan pembangunan apapun tidak berkelanjutan jika sudah terdampak bencana. Misalkan, pembangunan pertanian. Lahan jika sudah gersang dan kering maka dari lahan tersebut sulit memproduksi pangan dengan produksi yang optimal. Begitu juga dengan lahan yang sering kebanjiran, produksi bisa gagal karena tanaman ikut mati.

Fakta lain, perluasan dan perpanjangan jalan raya. Lahan produktif tidak lagi dianggap sebagai lahan yang perlu dipertahankan. Kedua, Evaluasi keberhasilan pembangunan hijau. Salah satu ukuran pembangunan ekonomi yaitu pencapaian Product Domestic Regional Bruto (PDRB) semakin membaik. Kapan sekiranya PDRD setiap daerah dikatakan bersih apabila telah dikurangi seluruh biaya kerusakan lingkungan.

BACA JUGA :  Nobar Timnas Indonesia, Dirut Tirta Pakuan: Dukung Perjuangan Anak Bangsa

Artinya PDRB itu akan menjadi PDRB Hijau jika sudah dikurangi seluruh biaya kerusakan lingkungan. Sampai sekarang ukuran-ukuran ini belum digunakan secara optimal dan bahkan banyak daerah menutup mata untuk ini. Ketiga, partai politik hijau. Masalah utama pada negeri ini yaitu masalah kepemimpinan.

Sedangkan siapapun yang memimpin selalu berasal dari partai tertentu. Perilaku kader partai bergantung kepada partai dan visi serta misi partai belum menuju partai politik hijau. Pada akhirnya kader partai yang menjadi pejabat tidak sensitif terhadap kerusakan lingkungan sebab tidak dikaderisasi semenjak menjadi kader partai politik tertentu. Kedepannya, perlu dilakukan kaderisasi para karder menuju partai politik hijau. (*)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================