IPM yang diperoleh Kota Bogor termasuk dalam kategori tinggi (70 ≤ IPM ≤ 80) dan selama 7 tahun berturut-turut Kota Bogor menduduki peringkat ke-5 IPM tertinggi dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat setelah Kota Bandung (peringkat 1), Kota Bekasi (peringkat 2), Kota Depok (peringkat 3), dan Kota Cimahi (peringkat 4). Prestasi tersebut menunjukkan semakin membaiknya pembangunan manusia secara umum di Kota Bogor. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan ketimpangan di Kota Bogor masih menjadi isu penting yang patut diperhatikan Pemerintah Kota Bogor. Gini ratio Kota Bogor tahun 2017 mencapai 0,410, gini ratio digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan secara menyeluruh, angkanya berkisar antara 0 sampai 1. Apabila gini ratio bernilai 0 berarti pemerataan sempurna sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan yang tercipta dalam perekonomian Kota Bogor sebagian besar dinikmati oleh masyarakat kelas menengah dan kaya.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bogor, Selasa 23 April 2024

Selain itu, pertumbuhan IPM Kota Bogor tahun 2017 terlihat melambat dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2016 pertumbuhannya mencapai 1,15 % dan menduduki peringkat 1 se-Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sekarang pertumbuhannya hanya 0,89 % atau merosot ke peringkat 17. Fenomena ini menjelaskan bahwa semakin tinggi capaian pembangunan manusia maka kecepatan pembangunan manusianya cenderung semakin melambat, tetapi jika semakin rendah capaian pembangunan manusia suatu wilayah, kecepatan pembangunan manusianya cenderung semakin cepat. Diharapkan capaian IPM saat ini tidak melenakan pemerintah Kota Bogor untuk terus meningkatkan kinerja dalam melakukan perancangan dan strategi pembangunan berkelanjutan di Kota Bogor yang adil dan merata bagi seluruh penduduk Kota Bogor.

BACA JUGA :  Resep Membuat Donburi Ayam Krispi untuk Menu Makan Andalan Keluarga

Untuk menghasilkan angka IPM yang akurat maka diharapkan partisipasi masyarakat untuk mendukung proses pengumpulan data yang dilakukan oleh BPS karena indikator-indikator penyusun IPM diperoleh dari hasil pendataan di lapangan, antara lain pada kegiatan Sensus Penduduk (SP) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Harapan ini semoga terlaksana pada gelaran hajat besar Sensus Penduduk berikutnya yang akan dilaksanakan BPS pada tahun 2020 mendatang, sesuai dengan slogan yang diusung SP2020 “Anda Tercatat Data Akurat”. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================