CIBINONG TODAY -  Lahan pertanian di Kabupaten Bogor ditemukan menyusut hingga 5.000 hektar. Penyusutan diketahui saat Panitia Khusus (Pansus) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) DPRD melakukan pembahasan Raperda LP2B bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) beberapa waktu lalu.

Anggota Pansus Raperda LP2B, Kukuh Sri Widodo menjelaskan, penyusutan lahan 5.000 hektare itu terjadi dalam dua tahun terakhir di Bumi Tegar Beriman. Merasa janggal, dia pun mengaku pihaknya mengonfirmasi hal itu ke Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk memastikannya.

“Rekomendasi lahan LP2B dan data lahan cadangan (LCP2B) dengan luasan 42.394,44 hektar oleh Dinas PUPR tentu menjadi pertanyaan bagi kami,” kata Kukuh.

BACA JUGA :  Diduga Rem Blong, Truk Muatan Batu di Ciampea Bogor Tabrak 3 Mobil

Berdasarkan data dari pemetaan BIG tahun 2017, luas lahan pertanian mencapai 47.938,65 hektar. Sementara hasil kajian naskah akademik Dinas Pertanian seluas 47.140 hektare.

“Artinya ada perbedaan 5.000 hektare lebih berarti yang sudah berubah fungsi. Baik yang sudah keluar izinnya mau pun yang sedang diurus izinnya,” ungkapnya.

Kukuh menilai, jika hal itu tidak diproteksi, maka dikhawatirman akan berdampak pada produksi pangan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.

Sementara, menurut Kepala Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasam BIG, Wiwin Ambarwulan, perbedaan luas lahan bisa terjadi karena sumber data yang digunakan berbeda.

Tidak hanya itu, dia menilai pengertian sawah yang digunakan pun mungkin juga berbeda.

“Walaupun menggunakan citra satelit yang sama, tapi akuisisi pada tahun yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula,” kata Wiwin kepada wartawan beberapa waktu lalu.

BACA JUGA :  Pemerintah Kota Bogor Targetkan Raih Predikat Utama KLA 2024

Dengan luasan lahan baku sawah Kabupaten Bogor mebcapai 47.938,65 hektar pada tahun 2017, BIG mendata 40.480,51 hektare ditanami padi dan 7.458,14 hektare ditanami selain padi.

Data tersebut diambil dengan citra satelit ter-orthorektifikasi pada 2015 dan foto udara ter-okthorektifikasi pada 2016 yang merupakan data akuisisi terbaru.

“Kemungkinan data BIG berdasarkan data citra satelit terbaru yang dianalisis lebih rendah karena telah banyak lahan sawah yang berubah fungsi atau sudah tidak lagi ditanami padi,” ungkap Wiwin. (Firdaus)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================