JAKARTA TODAY – Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA) selama November 2019 dipatok pada angka USD 66,27 per ton.

Seperti yang dikutip dari Liputan6.com, ketetapan ini mangacu pada Keputusan Menteri Nomor 224 K/30/MEM / 2019 yang ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, harga batu bara November 2019 USD 66,27 atau naik 2,27 persen dari HBA Oktober 2019 senilai USD 64,8 per ton.

“Naiknya tipis dari bulan sebelumnya,” kata Agung, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Jumat (8/11/2019).

Dia mengungkapkan, kenaikan HBA pada November dipicu meningkatnya permintaan pasar, sebab sudah memasuki musim dingin sehingga membutuhkan pasokan Energi tambahan. “Karena ada kenaikan permintaan di pasar,” ujarnya.

BACA JUGA :  Tumis Cuciwis Saus Tiram Pedas, Lauk Makan Siang yang Praktis dan Enak

Harga batu bara tersebut, akan digunakan untuk penjualan langsung (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).

Nilai HBA sendiri diperoleh rata-rata empat indeks harga batu bara yang umum digunakan dalam perdagangan batu bara dunia.

Keempatnya yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya.

PLN Minta Harga Khusus Batu Bara Agar Tarif Listrik Turun

PT PLN (persero) mengharapkan pemerintah memberikan perhatian harga untuk bahan bakar energi pembangkit, agar tarif listrik lebih terjangkau.

“‎Kami diberikan target menantang untuk menurunkan tarif listrik khusus industri untuk menarik investasi ke Indonesia dengan tarif kompetitif,” kata Inten, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

BACA JUGA :  Penjaringan Bacawalkot Usai, Nasdem Kota Bogor Kirim 8 Nama ke Jabar

Menurut Inten, untuk membuat tarif listrik kompetitif perlu kebijakan khusus mengenai harga energi primer untuk pembangkit. Pasalnya, energi primer memiliki prosi besar yaitu 60 persen ‎dalam pembentukan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik.

“Khususnya kami mohon energi primernya, kita ketahui BPP listrik 60 persen didominasi energi, 60 peren fuel mix dari batubara kemudian gas dan air,” tuturnya.

Inten melanjutkan, PLN juga membutuhkan dukungan pemerintah berkaitan dengan ketersediaan pasokan energi primer, baik batubara atau gas. Di sisi lain PLN juga telah berupaya menekan biaya produksi listrik dengan mengurangi penggunaan pembangkit listrik Berbahan Bakar minyak (BBM)‎.

“Pemerintah diharapkan memberikan dukungan dalam penataan energi primer, untuk mendukung kelistrikan baik volume gas atau batubara,” tandasnya. (Amanda/PKL/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================