Pasal 39
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas;
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang;
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita;
Pasal 46
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Para pemohon meminta Pasal 39 KUHP dan Pasal 46 KUHAP diubah menjadi:

BACA JUGA :  Komisi IV DPRD Kota Bogor dan Disdik Rumuskan Kebijakan Baru Soal PPDB

Pasal 39
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas dan dikembalikan kepada korban;
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang untuk mengganti kerugian korban tindak pidana;
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada Pemerintah untuk kepentingan publik, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita dari kerugian Negara;
Pasal 46 KUHAP
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang dirugikan akibat tindak pidana dan atau yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut
karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk Negara setelah mendapat persetujuan dari korban tindak pidana, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain;

“Apabila permohonan uji materi ini dikabulkan maka para Pemohon serta para korban dari tindak pidana yang merasa dirugikan atas pemberlakuan pasal undang-undang a quo tidak akan merasa khawatir lagi apabila setiap perampasan atau penyitaan yang dilakukan untuk kepentingan hukum atau melalui putusan pengadilan karena tetap akan dikembalikan kepada korban untuk mengganti kerugian yang dialaminya dari tindak pidana tersebut,” jelas Pitra.

BACA JUGA :  Surat Edaran Soal Study Tour, Pj Wali Kota Bogor Imbau Kegiatan di Dalam Kota

Terhadap gugatan tersebut, hakim konstitusi Saldi Isra meminta para pemohon untuk memperkuat argumen mengenai kerugian konstitusional akibat pasal tersebut.

Ia menyarankan jika pemohon memang kuasa hukum korban First Travel, sebaiknya yang menjadi pemohon korban langsung, sehingga kerugian akibat pasal tersebut benar-benar dirasakan. Sehingga para pemohon bisa menjadi kuasa hukum dari korban dalam gugatan ini.

“Mungkin prinsipal yang maju (sebagai pemohon) dan Anda sebagai kuasa hukum, itu cara untuk memperkuat legal standing,” ucap Saldi. (net)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================