Dalam survei, KIC melontarkan pertanyaan, apakah sampah plastik perlu segera diatasi? Dengan sistem skoring skor 1 sangat tidak setuju dan skor 5 untuk jawaban sangat setuju, diperoleh angka 4,4 untuk responden yang sepakat sampah plastik perlu segera diatasi.

Untuk pernyataan plastik dalam bentuk apapun (tidak hanya kantong plastik) memiliki banyak manfaaf, skor yang diperolah 3.8. Sedangkan pernyataan emisi karbon plastik jauh lebih kecil dibandingkah material penggantinya, seperti kertas, alumunium, kaca, didapat skor 3.3.

Dalam pengelolan sampah, Indonesia bisa merujuk ke Swedia. Berdasarkan data Avfall Sverige 2018, di negara itu sebanyak 6,17 juta ton sampah plastik, makanan, kayu, dan lain-lain dijadikan sumber energi dan menghasilkan listrik sebesar 18,3 Terawatt Hours (TWh). Listrik sebesar itu digunakan untuk pemanas ruangan 1,2 juta apartemen dan kebutuhan listrik 680 ribu apartemen.

Capaian Swedia ini didukung aturan pemerintah kota yang wajib memiliki regulasi yang jelas dan fasilitas untuk pengelolaan sampah dan produsen diwajibkan untuk mengumpulkan kembali sampah dari produknya. Selain itu masyarakat umum diwajibkan untuk memilah sampah rumah tangga dan menaruhnya di tempat pengumpulan sampah yang disediakan pemerintah setempat

BACA JUGA :  Pemuda di Cianjur Lapor Polisi usai Tahu Wanita yang Dinikahinya Ternyata Laki-Laki

Lalu apa langkah selanjutnya untuk menggerakan masyarakat Indonesia menjadi pemilah sampah sejak dari rumah, seperti yang dilakukan di Swedia?

Hasil survei Katadata menyebut 54 persen responden menginginkan ada infrastruktur daur ulang di TPS dekat rumah. Sebanyak 26 persen menjawab ada insentif bagi rumah tangga yang memilah sampah. Sedangkan usulan pembatasan penggunaan kantong plastik di ritel/supermarket disampaikan 19 persen responden, dan hanya 1 persen yang menyebut perlunya insentif bagi perusahaan yang mengelola sampah.

Tanpa insentif, sebanyak 79 persen menyatakan ya, akan memilah sampah. Sedangkan jika ada insentif, jumlah responden yang menyatakan akan memilah sampah meningkat menjadi 98 persen.

Dari survei yang dihelat antara 28 September hingga 1 Oktober 2019, Katadata menyimpulkan, pengelolaan sampah perlu dilakukan dengan memilah sampah mulai dari rumah. Untuk mendorong partipasi publik menjadi bagian pengelolaan sampah sejak dari rumah, dibutuhkan penyediaan insfrastruktur daur ulang dan sistem sirkular sampah.

BACA JUGA :  DPRD Kabupaten Konawe Lakukan Studi Tiru ke Kabupaten Bogor untuk Optimalkan Pengelolaan Sampah

Selain itu dibutuhkan penegakkan hukum terkait pengelolaan sampah. Belajar dari Swedia, kewajiban perlu diterapkan di setiap lini dan disertai penegakkan hukum atas kewajiban. Sebagai pendorong partisipasi semua pihak, insentif bagi yang mengelola sampah juga perlu diberikan.

“Kita jangan skeptis, sebab pemilahan sampah dari rumah dengan sederhana akan memberi kontribusi pada ekonomi sirkular,” lanjut Franklin dari KIC.

Pandu Priyambodo, Project Executif Waste4Change, mengatakan kesadaran masyarakat mengelola masih kecil, sehingga harus mulai didorong melalui edukasi.

“Masyarakat kita harus bisa naik kelas,dari yang tagline-nya buang sampah pada tempat mnjadi pilahlah sampah sesuai jenisnya,” tambah Pandu. Sementara Anton Probiyantono, UNDP Senior Programme Manager (Analyst), berharap dunia usaha turut ambil bagian. “Kita dorong produsen untuk menggunakan atau menghasilkan bahan yang lebih ramah linkungan,” tandas Anton. Seperti yang dikutip Liputan6.Com. (Viana/Pkl/Net)

 

 

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================