Pertama, membentuk posko kesiapsiagaan pemerintah daerah dan melakukan pemantauan secara cermat terhadap informasi cuaca dan/atau peringatan dini dari BMKG, BNPB dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk mengetahui perkembangan situasi terkini;
Kedua, menyiagakan seluruh aparatur pemerintah daerah dan mengkoordinasikan dengan TNl, POLRI, instansi vertikal di daerah dan relawan siaga bencana serta unsur masyarakat lainnya;
Ketiga, menyiapkan sarana dan prasararna yang diperlukan dalam rangka siaga banjir/longsor dan risiko akibat bencana lainnya;
Keempat, mengalokasikan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang cukup dan siap digunakan setiap saat rjalam keadaan darurat bencana;
Kelima, menyebarluaskan informasi potensi bencana kepada masyarakat setempat melalui berbagai saluran informasi seluas-luasnya;
Keenam, mengkoordinasikan proses kesiapsiagaan, penyelamatan dan evakuasi apabila terjadi kondisi darurat serta mengaktifkan rencana kontinjensi yang disusun jika terjadi tanggap darurat;
Seperti yang dikutip dari sindonews.com, Ketujuh, untuk Gubernur, sesuai dengan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, agar Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kepada kabupaten/kota di wilayahnya terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana serta melaporkan hasilnya kepada Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan. Sementara Bupati/Waki Kota agar melaporkan hasil penanggulangan bencana di wilayahnya kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. (Selvi/PKL/net)