BOGOR TODAY — Segerombolan orang yang megaku dari  LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) telah melakukan tindak kejahatan menjarah lahan milik PT Maskapai Perkebunan Mulia (PT MPM) di kawasan Ciseureuh, Cipanas, Kabupaten Ciantur. Ulah kelompok massa ini sudah sangat meresahkan warga. Massa lebih dari 200 orang yang dimobilisasi dari luar Batulawang, Cianjur itu, bukan hanya melakukan pendudukan atas tanah milik PT MPM, tetapi juga melakukan pemukulan terhadap petugas keamanan dalam perkebuman dan warga yang sedang membuka lahan pertanian. Mereka juga merusak alat berat milik PT MPM yang digunakan untuk membuka lahan bersama warga setemat. ‘’Peristiwa pemukulan dan penganiayaan terhadap petugas keamanan dan warga ini terjadi pada hari Rabu 26 Agustus 2020. Korban penganiayaan sudah kami visum dan melaporkan kejadian ini ke Polres Cianjur,’’ kata juru bicara PT MPM Alfian Mujani kepada media, Kamis (27/8/2020).
Menurut Alfian, gerombolan massa yang ddidatangkan dari luar Cianjur itu, antara lain dari Depok, Banten, Lampung, Jawa Timur itu masuk ke lahan milik PT MPM. Mereka membawa senjata tajam, bambu runcing dan membuat kerusuhan dengan memukuli warga yang sedang melakukan kegiatan pembukaan lahan milik PT MPM. ‘’Warga yang dipukuli gerombolan massa itu adalah mereka yang memang mendapat izin resmi dari PT MPM untuk melakukan kegiatan pertanian di area itu,’’ katanya. Atas kejadian yang sangat meresahkan warga setempat ini, PT MPM minta perlindungan hukum dan pengamanan dari Polda Jawa Barat, Polres Cianjur, Polsek Cipanas, dan instansi terkait lainnya. ‘’Kami berharap aparat kepolisian segera memeroses secara hukum para perusuh itu,’’ kata Alfian.
Berdasarkan informasi dari kepolisian, para penggerak dan pelaku kerusahan LDII itu sudah teridentifikasi. Karenaitu, pihak PT MPM meminta agar aparat kepolisian menegakkan hukum dengan segera memeroses secara hukum para pelaku kerusuhan dari kelompok LDII ini. Hingga saat ini, para perusuh LDII ini belum ditangkap dan belum diperiksa. Pihak PT MPM juga minta aparat kepolisian menyelidiki dan menemukan pihak yang menggerakan, membiayai dan memobilisasi massa dari luar Cianjur itu. Keresahan warga setempat atas hadirnya gerombolan penjarah tanah dari luar daerah dan membawa nama LDII itu, diekspresikan dengan memasang sejumlah spanduk penolakan. Intinya warga menolak kehadiran gerombolan penjarah tanah dari luar daerah Batulawang, Cianjur itu.
BACA JUGA :  Edgar Rangga Wakili Indonesia di Kejuaraan Dunia Fingerboard 2024
Penjarahan lahan milik PT MPM oleh kelompok serupa ini bukan kali pertama. Mereka sudah berkali-kali melakukan tindak kejahatan menduduki lahan milik PT MPM secara illegal dan melawan hukum. Modusnya, mereka memanipulasi alih garapan dari para petani penggarap menjadi semacam transaksi jual beli. Kelompok ini juga pandai melibatkan oknum aparat desa untuk memuluskan tindakan kejahatan mereka. Pada akhir tahun 2019 juga terjadi pengerahan massa dari luar Cianjur oleh penggiat LDII Sofyan. Mereka  mencoba menduduki lahan milik PT MPM di Desa Batulawang, Ciseureuh Kabupaten Cianjur. Massa yang diklaim oleh Sofyan sebagai petanim penggarap itu sejatinya adalah massa yang didatangkan dari Kediri Jawa Timur, Lampung, Banten, dan beberapa daerah lainnya. Upaya pendudukan lahan oleh gerombolan orang dari luar Cianjur ini diduga ada kaitannya dengan dipidanakannya H Poey Supyadi Soemanta, tokoh LDII Cianjur, lantaran menduduki tanah milik MPM secara illegal. Poey yang sering dipanggil Poepoey itu telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Cianjur pada tanggal 29 Septermber 2019. H. Poepoey telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana larangan menggunakan tanah tanpa izin yang berhak atas HGU tanah tersebut yaitu PT MPM. Tanah yang digunakan secara illegal oleh H. Poey ini terletak di Desa Batulawang dan Desa Sukanagalih Kabupaten Cianjur seluas 60 hektare. Di luar itu, H. Poey juga menguasai seluas 200 hektare tanah milik PT MPM yang dia ambil alih dari para petani penggarap. Menurut Alfian, tanah yang HGU-nya milik PT MPM ini mencapai 1.020 hektare. Izin HGU masih berlaku hingga tahun 2023. Sebagai pemegang HGU yang syah, PT MPM diberikan hak untuk memperpanjang HGU tersebut dengan syarat bersedia membagikan 20 persen dari lahan tersebut untuk para petani penggarap setempat. ‘’Kami setuju untuk menyerahkan 20% dari total lahan tersebut,’’ kata Alfian. Lebih lanjut Alfian menjelaskan bahwa seluruh tanah milik PT MPM ini sudah masuk dalam HT (hak tanggungan) hutang di bank. Jadi, katanya, pengamanan asset yang dilakukan PT MPM adalah merupakan pengamanan atas asset negara dan uang rakyat.. ‘’Kita ini selain pemilik HGU yang sah, juga sedang berjuang mengamankan uang rakyat dan asset negara di PT MPM, kok malah diganggu dan kurang mendapat perlindungan hukum,” pungkasnya. (Iman R Hakim) Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================