Menurut sejarah, sambungnya, Karinding sudah hadir sejak enam abad yang lalu, alat ini juga lebih tua dari alat musik kecapi. Karinding terbagi ke dalam tiga ruas. Pada bagian ruas pertama yang berada di ujung untuk mengetuk agar memperoleh resonansi pada bagian tengah. Bagian ruas tengah, memiliki guratan yang akan bergetar saat diketuk jari. Kemudian ruas ketiga pada bagian kiri dijadikan sebagai pegangan. Untuk dapat memperoleh suara yang indah, Karinding harus ditiup dan dikombinasikan dengan diketuk atau ditepuk pada bagian tengah. Suara yang dihasilkan tergantung dari olahan rongga mulut, lidah dan napas. Dalam bentuk yang sederhana, Karinding dianggap sebagai arahan untuk tetap yakin, sabar, dan sadar. Saat memukul atau mengetuk alat musik tersebut harus yakin dan sabar, sehingga menimbulkan bunyi atau suara. Sadar bahwa suara yang keluar merupakan suara alat musik dan bukan suara kita. Di dalam Karinding terdapat pula norma-norma ketuhanan, kemanusiaan, kemasyarakatan, terdapat hukum waktu, hukum menetapkan kenegaraan, kemudian menentukan demografi kependudukan. (B. Supriyadi)
Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
BACA JUGA :  Jalan Sehat Bersama, Warga Hingga Relawan Ingin Perluas Perda KTR dan Fasilitas Lari
============================================================
============================================================
============================================================