Oleh : Heru B Setyawan (Pemerhati Politik & Guru Sekolah Pesat)

Ketika Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melakukan jumpa pers di kantor DPP PD dan mengirim surat ke Jokowi. Banyak yang mempertanyakan ada apa? Sebab PD selama ini tampak adem ayem.

Pernyataan adanya kudeta atau pengambilalihan kekuasaan secara ilegal yang dimotori oleh Nazarudin, Jhoni Alen, dan Moeldoko menyeruak bak bola panas ditujukan ke istana. Dan malamnya Moeldoko melakukan klarifikasi via online, setelah Andi Arief menyebutnya di akun Twitternya bahwa Moeldoko orang di balik rencana kudeta tersebut.

Selang beberapa jam dari pernyataan Moeldoko, klarifikasi dibalas dengan cuitan Rachland Nasidik yang mengatakan “Bohong pertemuan itu tidak di rumahnya, tapi di hotel Rasuna di Kuningan”.

Bahkan Kepala Badan Komunikasi Strategis PD Herzaky Mahendra Putra mengatakan kedatangan kader PD dari daerah ke Jakarta dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh para pelaku gerakan. “Ada yang mengundang, membiayai tiket pesawat, menjemput di bandara, membiayai penginapan, termasuk konsumsi,” kata dia.

Orang awam sudah bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah, atas kejadian ini. Terlepas mana yang benar dan mana yang salah, penulis akan mengambil hikmah dari peristiwa ini.

BACA JUGA :  TIPS JITU BERHENTI MEROKOK

Pertama, pihak pengkudeta terlalu pede. Pertemuan tersebut untuk mengambil kekuasaan PD dengan memanfaatkan Moeldoko dari KSP sebagai orang yang memiliki ambisi jadi capres pada 2024. Moeldoko seorang ambisius dengan latar belakang seorang jenderal dan mantan Panglima TNI merasa layak jadi Presiden.

Ambisi boleh, cuma caranya saja yang salah. Rencana itu hendak dicapai dengan mengambil alih kepemimpinan lewat Kongres Luar Biasa (KLB) dan mengangkat Moeldoko menjadi Ketum.

Mengapa terlalu pede, karena selama ini cara-cara seperti ini pernah terjadi di PDI yaitu Soerjadi membuat KLB menjadi Ketum PDI. Dan Megawati tetap eksis sampai sekarang dan PDI berubah menjadi PDIP.

PKB ada 2 Ketum Cak Imin dan Ketum Gus Dur, yang eksis sampai sekarang Ketum Cak Imin. PPP juga mengalami dengan Ketum Romahurmuziy yang memenangkan putusan MA atas Ketum Djan Faridz.

Ada juga di Partai Golkar dengan Ketum Agung Laksono dan Ketum Ical, yang menang adalah Ketum Ical. Serta yang terakhir yang sudah 6 bulan kisruh adalah Partai Berkarya dengan Ketum Tommy Soeharto dan Ketum Muchdi Purwopranjono.

Kedua, AHY harus introspeksi atas kekurangannya. Menurut mantan Sekjen PD, Marzuki Alie mengatakan inilah kelemahan AHY selama ini, yaitu: Keluhan kader yang mengaku dimintai sejumlah dana untuk bisa ikut Pilkada. Pola rekrutmen para calon kepala daerah yang hanya mengandalkan hasil survei dan rekomendasi elit tertentu.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Apresiasi Umbara Jadi Kampus Pertama di Indonesia Yang Terapkan Smart and Green Energy Campus

Selanjutnya hilangnya pelatihan kader dan kepemimpinan. AHY kurang komunikasi dengan seniornya. Serta yang terakhir perjalanan PD yang seolah menjadi partai keluarga atau dinasti.

Adalah bijaksana jika Moeldoko belajar dari seniornya, yaitu Jendral Wiranto yang turun ke politik dengan mendirikan Partai Hanura dan Letjen Prabowo Subianto mendirikan Partai Gerindra. Sebab kalau mau masuk politik harus menjadi anggota partai dulu dan mengabdi di partai, jangan jalan pintas yang tidak terhormat, yaitu dengan mengkudeta pada Ketum yang sudah ada.

Nabi Muhammad SAW memberi contoh agar jadi pemimpin itu jangan ambisius, Rosul SAW melarang Adurrahman bin Samurah yang meminta jabatan kepemimpinan. Beliau menyebut, “Jika engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah). Namun, jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong)” (HR Bukhari dan Muslim). Jayalah Indonesiaku. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================