Berdasarkan data yang ia peroleh, kenaikan harga komoditas, seperti minyak brent, gas alam, CPO, batubara, dan nikel disebabkan oleh terbatasnya tenaga kerja, adanya gangguan di beberapa lokasi produksi komoditas, di Rusia terhadap Ukraina, dan permintaan energi dan pangan meningkat di tengah pemulihan ekonomi.

“Berdasarkan analisis teori permintaan ekonomi dan penawaran, dapat dikatakan bahwa meningkatkan harga komoditas berkorelasi positif terhadap permintaan dan penawaran yang ada,” ujarnya.

Menurutnya, Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI mengeluarkan isu sepekan bidang ekonomi dan kebijakan publik yang berisi tentang kenaikan harga (CPO) akibat permintaan CPO dari China untuk pengembangan bahan bakar biodiesel dan permintaan konsumsi masyarakat Indonesia setelah pandemi, sedangkan pasokan CPO dari Malaysia terbatas.

Pada teori ekonomi penawaran dan permintaan, ketika permintaan melebihi penawaran, maka harga akan melonjak. Masalah kenaikan harga bahan pangan tidak terlepas dari adanya polemik isu penundaan masa jabatan presiden tiga periode.

BACA JUGA :  Pamong Walagri Bantu ASN Kota Bogor Tingkatkan Produktivitas

Penundaan tersebut, diinisiasi secara langsung oleh lingkaran istana dan partai besar di Indonesia. Secara umum survei data yang dirilis oleh litbang kompas menyatakan bahwa 66,7 persen masyarakat tertunda-tunda pemilu adalah kepentingan politik.

“Secara tegas harusnya Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk tidak membuat gaduh dalam mewacanakan isu tiga periode tersebut, karena perkembangan perekonomian dalam negeri sedang mengalami kesulitan untuk bangkit,” ujarnya.

“Kenaikkan harga bahan pangan dan pokok juga bersinggungan dengan kebijakan kementerian keuangan dalam meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen ke 11 persen,” tambah Muhammad Riaz Syarifqi.

Oleh sebab itu, kebijakan kenaikan Pajak Pendapatan Negara (PPN) diawal bulan April memberikan dampak terhadap harga bahan pokok nasional dan masyarakat menengah ke bawah yang kesulitan dalam mendapatkan bahan pokok.

Jeritan rakyat menengah kebawah terlihat jelas dengan adanya antrian panjang dalam mendapatkan minyak goreng dan kebutuhan pokok lainnya.

“Maka dari itu HMI Harapan Masyarakat menyatakan, pertama menuntut pemerintah untuk harga bahan pokok, lalu mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas mafia minyak goreng,” imbuhnya.

BACA JUGA :  Eka Maulana jadi Figur Kelima Daftar Bacawalkot ke PPP Kota Bogor

Yang ketiga, HMI juga menuntut pemerintah untuk mengembangkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai solusi untuk kelangkaan minyak goreng dengan menggunakan program subsidi dan menuntut pemerintah untuk penyebaran pangan di setiap daerah.

“Menuntut dan menolak harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keenam mendesak Presiden RI untuk menindak tegas pejabat pejabat publik atau elit politik yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden karena telah membuat kegaduhan di kalangan masyarakat,” tegasnya.

Ketujuh, mendesak oresiden untuk kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11persen karena akan menambah kenyamanan ekonomi masyarakat.

Kedelapan, mendesak presiden untuk tidak memprioritaskan pembangunan kota baru negara dan fokus pada pemulihan serta percepatan perekonomian pasca pandemi.

Lalu, kesembilan permintaan pemerintah untuk tidak terus memperbesar hutang negara. (Aditya).

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================