BOGOR-TODAY.COM, BOGOR – Pada awal Mei lalu, peternak hewan khususnya sapi di Indonesia tengah dilanda persoalan penyakit kuku dan mulut (PMK). Kondisi tersebut merupakan kali kedua terjadi usai kurun waktu 30 tahun lebih, tepatnya tahun 1986.

Melansir data Kementerian Pertanian per 22 Mei 2022 menunjukkan, PMK telah menyebar di 16 provinsi dan 82 kabupaten/kota. Di mana kejadiannya berdampak pada total 5.454.454 ternak dan menyebabkan 20.723 sapi sakit.

Di Aceh, terdapat 19.830 sapi dan kerbau yang terserang PMK, jumlah tersebut tercatat hingga Kamis (9/6/2022). Di mana dari 19.830 ternak yang dimaksud, 108 di antaranya mati, 20 terpaksa harus dipotong, dan 7.675 yang sembuh.

Sementara itu sisanya masih mendapat upaya perawatan dan mencegah persebaran penyakit melalui karantina.

Sejak kondisi PMK melanda, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan langsung melakukan sejumlah langkah penanganan. Hingga saat ini ada sebagian kondisi peternakan yang sudah berangsur pulih, tapi masih ada juga yang masih menghadapi persoalan

Selain PMK, ada sejumlah penyakit lain yang kerap diderita oleh hewan ternak. Beberapa bersifat penyakit wajar dan akan sembuh dalam hitungan hari, namun beberapa ada juga yang bersifat lebih bahaya dari PMK, bahkan bisa menimbulkan kematian apabila dagingnya dikonsumi oleh manusia.

Apa saja penyakit hewan ternak yang dimaksud? Berikut 3 di antaranya.

Bovine Ephemeral Fever (BEF)

PMK

Penyakit ini bersifat jinak dan tidak menular. Sesuai namanya, hewan ternak akan mengalami demam selama tiga hari dan pada sebagian besar kasus akan sembuh beberapa hari kemudian.

BACA JUGA :  Kecelakaan Beruntun 5 Kendaraan di Purwakarta, 2 Orang Tewas

Disebabkan oleh Collicoides sp., yakni jenis nyamuk pengisap darah sapi yang terinveksi virus rhabdovirus, dan menularkan penyakit demam tiga hari. BEF biasa menyerang pada musim pancaroba, atau peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Meskipun tingkat kematiannya rendah, namun penyakit ini tetap membuat peternak cemas karena sapi cenderung menjadi malas makan dan kerap ambruk. Di samping itu, sapi yang terkena BEF dapat cepat sembuh bila tidak ada komplikasi.

Jembrana

PMK

Sesuai namanya, penyakit ini memang identik dengan kondisi yang konsisten menimpa jenis sapi Bali. Sifatnya tidak menular kepada manusia atau zoonosis, namun menular akut terhadap sesama individu ternak yang dimaksud.

Mengutip penjelasan Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Bali, Sejauh ini Penyakit Jembrana (JD) hanya terkenal di Indonesia dan hanya menyerang sapi Bali. Wabah pertama terjadi tahun 1964-1967 dikabupaten Jembrana, Gianyar, Klungkung, Badung, Tabanan, dan Buleleng.

Bicara pemicunya, jembarana disebabkan oleh retrovirus yang dapat menyebabkan sejumlah gejala seperti depresi, anoreksia, demam, perdarahan ekstensif di bawah kulit, dan diare berdarah pada sapi. Ternak yang terserang penyakit jembrana akan mengalami kenaikan suhu badan yang tinggi, berkisar antara 40-42 derajat, disertai dengan kelesuan dan kehilangan nafsu makan.

Satu gejala lain yang terbilang kurang lazim, hewan ternak akan mengalami kondisi keringat darah yang biasanya terlihat sewaktu dan setelah demam, dan berlangsung 2-3 hari lamanya. Meski biasanya ada individu yang berhasil bertahan dan sembuh, namun tak sedikit juga peristiwa wabah jembrana yang kerap menyebabkan kematian secara massal.

BACA JUGA :  Tim Bulu Tangkis Indonesia Siap Berlaga di Singapore Open 2024, Ini Daftar Pemainnya

Antraks

PMK

Penyakit antraks bisa dibilang cukup diwaspadai, karena bersifat zoonosis atau dapat menular kepada manusia. Wabah antraks diketahui pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1832 di Kecamatan Tirawuta dan Mowewe Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Kemudian pada 1969, ada 36 orang meninggal setelah memakan daging ternak terjangkit antraks di wilayah sama.

Meski tingkat kasusnya jarang terjadi, namun penyakit ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Disebabkan oleh bakteri, ada tiga jenis antraks yang dibedakan berdasarkan cara penularan dan gejalanya. Yakni antraks kulit, pencernaan, dan pernapasan.

Gejala teringannya, manusia yang mengonsumsi daging terinfeksi antraks dapat mengalami demam, sulit menelan, dan sakit tenggorokan. Namun gejala ekstrem yang dapat menyebabkan kematian, biasanya ditandai dengan kondisi BAB berdarah, nyeri otot, hingga radang selaput otak (meningitis).

Kasus antraks terakhir yang terjadi di Indonesia berlangsung pada awal tahun 2022 ini di Gunungkidul, Yogyakarta. Kejadian tersebut juga menyebabkan kematian belasan hewan ternak. Yang menjadi perhatian, kasus serupa di tempat yang sama juga kerap terjadi pada awal tahun 2020 dan kisaran pertengahan tahun 2019.

Upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. Lain itu, hewan yang mati karena antraks juga harus segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter.

Sementara itu dalam hal pencegahan termasuk untuk berbagai jenis penyakit, para peternak memang wajib untuk memvaksin hewan ternak mereka dengan sejumlah vaksin penyakit ternak yang sudah tersedia di Indonesia. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================