BOGOR-TODAY.COM, JAKARTA – Ada yang menarik saat acar webinar Penataan Ulang Sistem Perwakilan di Indonesia yang diselenggarakan Program Studi Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Rupanya, Penataan sistem perwakilan politik di Indonesia masih terbuka sampai dengan perubahan yang mendasar.

“Penataan itu, terkait dengan fungsi dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan perubahan dapat dilakukan melalui bentuk hukum berupa amandemen konstitusi, Ketetapan MPR dan Undang-Undang,” ujar Wakil Ketua MPR, Dr. Hidayat Nurwahid salah seorang pembicara dalam acara webinar, Kamis (23/6/2022).

Selain Hidayat Nurwahid, ada beberapa narasumber ternama lainnya yakni, Anggota DPD Tamsil Linrung, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Ma’mun Murod dan Mahasiswa Magister Ilmu Politik Januari Aquarta. Webinar dipimpin moderator Kaprodi Mipol FISIP UMJ, Asep Setiawan.

UMJ

Nurwahid memaparkan, perubahan terhadap sistem perwakilan di MPR, DPR dan DPD sebagai opsi yang masih terbuka, untuk perbaikan sistem politik di Indonesia dimana lembaga perwakilan rakyat menghasilkan kebijakan yang berkualitas untuk kehidupan masyarakat Indonesia. Karena, perbaikan semua lembaga perwakilan itu ada di dalam Undang-Undang Dasar.

“Amandemen konstitusi ini telah diatur dalam UUD Pasal 37 yang antara lain berbunyi Usul Perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang MPR permohonan diajukan oleh sedikitnya 1/3 dari jumlah anggota MPR,” paparnya.

BACA JUGA :  Potato Wedges ala Kafe, Cemilan Renyah dan Gurih yang Bikin Nagih

“Dalam hal ini, masyarakat terutama dalam pemilu 2024 memilih apakah akan mendukung mereka yang ingin melakukan amandemen konstitusi untuk Indonesia yang lebih baik atau tidak,” imbuhnya.

Sementara itu, Anggota DPD, Tamsil Linrung, yang mengaku sudah memiliki konsep amandemen konstitusi menjelaskan, amandemen masih terbuka asalkan syarat – syaratnya terpenuhi.

“Untuk amandemen konstitusi, diperlukan 237 suara dari 711 suara di MPR. Namun demikian juga dicatat oleh Tamsil Linrung cara change through amandemen bukan hal yang mudah,” kata Tamsil.

Dia mengatakan, salah satu ketakutan dalam proses amandemen konstitusi, munculnya para penumpang gelap antara lain perpanjangan masa jabatan presiden.

“Oleh karena itulah gagasan amandemen ini sejak awal ditegaskan sebagai amandemen terbatas dan fokus pada penataan haluan serta fungsi yang berwenang seperti MPR, DPR dan DPD,” tuturnya.

Penataan MPR lebih dilemahkan untuk memperkuat lembaga-lembaga yang dikatakan sedemikian rupa sehingga tidak menjadi lembaga tertinggi di negara. Sedangkan penataan DPD menyangkut antara lain pasal 22a dan 22b Konstitusi Indonesia.

UMJ

Tamsil menjelaskan, masih ada dua pilihan bentuk hukum lainnya dalam melakukan penataan sistem perwakilan politik di Indonesia selain amandemen konstitusi.

“Yang kedua melalui Ketetapan MPR meski ada yang berpendapat juga harus dilakukan melalui amandemen konstitusi. Pilihan bentuk hukum ketiga adalah melalui Undang-Undang,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Jatim, Moge Tabrak Minibus di Jalur Pantura Probolinggo

Menurutnya, perubahan sistem perwakilan juga menjangkau eksekutif, agar pimpinan eksekutif yang dipilih rakyat benar-benar mencerminkan sebagai demokrasi.

“Selain itu jangan sampai terjadi pemilihan di lembaga eksekutif ini terkesan seperti pembagian tugas mana yang menang dan mana yang kalah. Namun berakhir setelah pemilihan bergabung dalam sebuah pemerintahan. Dengan perkembangan ini dikhawatirkan tidak ada lagi check and balances dalam demokrasi di Indonesia,” katanya.

Namun, Rektor UMJ DR. Ma’mun Murod mengatakan, tidak mudah melakukan amandemen, karena situasi saat ini menemui jalan buntu. Pilihan konstitusional untuk terjadinya perubahan sistem perwakilan di politik Indonesia sudah sulit dicapai.

“Meski ruang amandemen itu dibuka, namun agenda juga sudah bermacam-macam dan sempit, hanya demi kepentingan politik tertentu. Jadi, usulan proposal amandemen itu tidak bertujuan menciptakan Indonesia yang lebih baik,” kata Ma’mun.

Dalam kesempatan yang sama, Mahasiswa Mipol UMJ Januari Aquarta mengatakan, dalam menata ulang sistem perwakilan, perlu dibangun sistem parlementer dua kamar (bikameral) yang substansial antara DPR dan DPD yang kekuasaannya bukan saja setara tetapi juga bisa saling imbang untuk saling mengontrol satu sama lain.

“Dengan demikian mekanisme check and balances antara kedua lembaga ini bisa terwujud. Salah satunya dengan mewujudkannya sistem bikameral yang lebih kuat dalam konstitusi, diharapkan nantinya akan memperkuat kewenangan DPD,” singkat Januar. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================