katak dan kodok
Perbedaan Katak dan Kodok. Foto : Ilustrasi.

BOGOR-TODAY.COM – Meski katak dan kodok merupakan hewan amfibi, namun jika diteliti spesies dengan kemampuan hidup di daratan dan perairan ini ternyata memiliki perbedaan.

Melansir rimbakita.com, Kamis (18/8/2022) katak dan kodok  diambil dari istilah dalam bahasa Inggris, yakni “frog” dan “toad”. Frog atau katak adalah penyebutan untuk hewan amfibi dari suku Ranidae dengan ciri utama berkulit mulus dan sanggup melompat jauh.

Sementara, Toad atau kodok adalah penyebutan untuk hewan amfibi dari suku Bufonidae dengan ciri utama berkulit kasar dan lompatannya pendek.

Namun, tidak semua katak dan kodok di Indonesia hanya berasal dari suku Ranidae dan Bufonidae. Ada juga yang berasal suku-suku dari ordo Anura, termasuk Dicroglossidae yang menaungi katak sebesar ayam di Enrekang atau dengan nama latin Limnonectes grunniens.

Oleh sebab itu, penyebutan kodok  di Indonesia digunakan untuk spesies yang lebih dekat dengan suku Bufonidae, pun dengan penyebutan katak digunakan untuk spesies yang lebih dekat dengan Raniade, Microhylidae dan Racophoridae.

Secara umum, katak dan kodok merupakan spesies dari bangsa Anura yang tersebar hampir di seluruh dunia dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tubuh pendek dan lebar, terdiri dari kepala, badan, dan memiliki dua pasang tungkai yang tungkai belakangnya lebih besar.
  • Kaki berselaput digunakan untuk melompat dan berenang
  • Memiliki pita suara yang digunakan jantan untuk mengeluarkan suara dan menarik perhatian betina

Perbedaan fisik diatas tidak selalu benar. Sebab, pada beberapa spesies kodok seperti kodok merah (Leptophryne cruentata) yang sering disebut sebagai katak merah atau dalam bahasa Inggris bernama Bleeding Toad atau Fire Toad. Padahal jika dilihat dari ciri fisiknya, spesies ini mempunyai kaki belakang yang ramping.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Sabtu 20 April 2024

Keduanya bertelur di perairan tenang. Telur-telur yang menetas akan tumbuh menjadi larva yang dikenal dengan nama berudu. Selanjutnya, berudu akan mengalami metamorfosis menjadi katak atau kodok dewasa.

Sementara, dalam istilah Bahasa Indonesia, sejauh ini belum ada kesepakatan penggunaan sebutan katak atau kodok. Sebab, penyebutan keduanya mengacu pada penamaan dari Bahasa Jawa. Di Jawa Barat katak dan kodok disebut bangkong, sedangkan bancet merupakan sebutan untuk katak kecil atau kodok kecil. Sementara itu, di Jawa Tengah katak kecil atau kodok kecil disebut percil.

Di Indonesia, terdapat satu spesies yang benar-benar murni akuatik atau hidup di dalam air, yaitu Barbourula kalimantanensis atau katak tak berparu.

Perbedaan antara kodok dan katak juga dapat diketahui berdasarkan ciri lain, seperti suara kodok yang lebih keras dan berisik dari pada katak, bau kodok yang lebih tajam dibanding katak, perilaku katak lebih agresif dibandingkan kodok, katak memiliki lidah lebih panjang daripada kodok, dan perbedaan-perbedaan spesifik lainnya.

Manfaat Katak dan Kodok

Indonesia memiliki sekitar 450 jenis katak dan kodok. Jumlah ini mewakili 11 persen keseluruhan bangsa Anura di dunia. Sebagai pemakan serangga, keduanya memiliki peran penting bagi ekosistem alam dan dapat menjadi pengendali hama.

Hal ini memberikan manfaat bagi bidang pertanian, karena serangga hama akan berkurang dengan adanya populasi katak dan kodok di persawahan.

Selain itu, katak maupun kodok juga menjaga lingkungan rumah dari wabah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, kecoa, hingga rayap. Tak jarang beberapa orang sengaja membuat habitat buatan agar hewan-hewan ini datang dan hidup di sekitar rumah. Caranya adalah dengan membuat kolam atau pot yang berisi tumbuhan air.

BACA JUGA :  Wajib Tahu, Ini Dia 12 Khasiat Bunga Pepaya untuk Kesehatan

Katak dan kodok terancam punah

Berdasarkan beberapa penelitian, kini keberadaan katak dan kodok kian terancam. Peneliti menyebut ada empat faktor utama yang menyebabkan gangguan terhadap populasi keduanya, yaitu :

  • Hilangnya habitat dan lahan basah yang disebabkan oleh eutrofikasi, pencemaran, introduksi ikan asing, penggundulan hutan akan menyebabkan populasi kodok dan katak menurun.
  • Pencemaran dan radiasi UV-B di negara industri akan menyebabkan hujan asam yang mematikan embrio amfibi dan berudu.
  • Pencemaran yang disebabkan oleh sampah akan membahayakan kehidupan katak dan kodok. Hewan amfibi ini rentan terhadap senyawa logam berat, petroleum, herbisida dan pestisida dibanding dengan ikan.
  • Indonesia merupakan negara eksportir paha katak beku dunia dengan total 4 ribu ton per tahun. Jika populasi tidak berkembang dengan baik, tentu akan memberikan ancaman bagi populasi katak.

Meski memiliki keragaman spesies katak nomor satu di dunia, ternyata 10 persen spesies katak di Indonesia terancam punah. Totalnya adalah 450 spesies yang telah diidentifikasi yang 178 jenis diantaranya hidup di Kalimantan dan sekitar 73 persennya merupakan katak endemik.

Hampir 30 persen katak di Indonesia masuk dalam daftar IUCN Redlist sebagai katak yang belum terdidentifiaksi secara lengkap. Ancaman kepunahan ini juga dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim dan upaya konservasi yang minim. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================