nasi tumpeng
Legenda dan Tradisi Nasi Tumpeng. Foto : Istimewa.

BOGOR-TODAY.COM – Tumpeng atau nasi tumpeng adalah makanan masyarakat Jawa yang penyajian nasinya dibentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk-pauknya.

Di masyarakat pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau perayaan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya.

Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi ‘tumpengan’ pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Meski demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng.

Dalam tradisi kenduri slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran.

Melansir wikipedia.org, Minggu (21/8/2022) legenda dan tradisi nasi tumpeng berkaitan erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi dan diyakini tempat bersemayam para hyang, atau arwah nenek moyang.

Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.

Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa.

BACA JUGA :  Awas! Ternyata Ini 5 Sayuran Yang Megandung Tinggi Gula

Menurut tradisi Islam Jawa, “Tumpeng” merupakan akronim dalam bahasa Jawa: yen metu kudu sing mempeng yang artinya bila keluar harus dengan sungguh-sungguh. Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan).

Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra’ ayat 80: “Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan”.

Sementara, berdasarkan beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW kala beliau akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah.

Oleh sebab itu, bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, tujuannya untuk meminta pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan.

Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, seiring perkembangan zaman tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

BACA JUGA :  SKCK Goes to School, Polresta Bogor Kota Redam Kenakalan Remaja Lewat Aplikasi

Biasanya, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut.

Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.

Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun, beberapa lauk yang biasa menyertai adalah perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan daun seledri.

Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri daging ayam atau sapi, ikan rempeyek hingga sayur-mayur. Bukan tanpa alasan, setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================