KATA JOKOWI MASYARAKAT KITA BERKURANG SOPAN SANTUNNYA

OPINI
Heru B Setyawan penulis opini dengan judul “Alasan Anak Muda Tertarik Dengan Gibran”. (FOTO : IST)

Oleh : Heru B Setyawan (Pemerhati Pendidikan)

PRESIDEN Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) membahas sejumlah hal dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 2023 (Rabu,16/8).

Salah satunya Jokowi menjawab caci maki dari sejumlah pihak terhadap dirinya. Dia mengaku tidak masalah dengan sebutan bajingan tolol, plonga-plongo hingga karakternya seperti Firaun yang disematkan ke dirinya.

Menurut penulis apa yang dikatakan oleh Jokowi adalah benar adanya, hal ini penulis lihat sendiri faktanya selama ini.

Ya kata-kata kasar, jorok, sumpah serapah, bahasa flora dan fauna, sering kita jumpai dalam pergaulan sehari-hari atau lewat media sosial (medsos) dan media massa.

Inilah bukti-bukti yang penulis lihat kata-kata kotor yang ada pada amsyarakat, yaitu saat Pilpres tahun 2014 ada cap untuk cebong untuk pendukung Jokowi dan cap kampret untuk pendukung Prabowo.

Pasca Pilpres 2019 setelah Prabowo bergabung dengan Jokowi di pemerintah, maka ada sebutan kadrun bagi siapa saja yang mengkritik pemerintah.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Selasa 21 Mei 2024

Pernah suatu saat sekitar tahun 2015, penulis ngeprint di warnet, di situ ada anak-anak seusia SMP dan SMA sedang main game online dengan serunya.

Ditengah-tengah permainan tersebut, anak-anak itu dengan suara keras mengucap kata-kata flora dan fauna, seperti anj**(maksudnya guguk) dan mon*(maksudnya kera).

Penulis tidak tega menulis kata-kata tersebut dengan lengkap, tapi dengan disingkat dan ditambah dengan **.

Beberapa hari yang lalu penulis pulang agak malam sekitar jam 22.00 dan lewat di depan lapangan olah raga yang ada di perumahanku.

Rupanya di sini sedang ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong dengan memainkan HPnya masing-masing.

Seperti anak-anak yang ada di warnet, anak-anak muda ini dengan kerasnya berkata flora dan fauna seperti di atas. Maka penulis turun dari sepeda motor dan saya tegur dengan baik-baik lain kali jangan berkata-kata seperti itu.

Sekarang jika penulis membaca berita di koran online nasional dan membaca kolom komentar, ini lebih parah lagi, padahal yang menulis komentar adalah orang tua dan dewasa.

BACA JUGA :  Usai Menyantap Nasi Kotak dari Pengajian, 90 Warga Brebes Dirawat Karena Keracunan

Selain bahasa flora dan fauna, juga ditulis bahasa yang porno, yaitu alat kelamin, penulis sampai ngelus dada.

Untuk mengurangi kita berbicara tidak sopan, tidak ada salahnya kita meniru sistem pendidikan di Pondok Pesantren atau sekolah yang berbasis agama.

Karena di Pondok Pesantren dan Sekolah Islam Terpadu, sebelum belajar ilmu diajarkan dulu pentingnya sopan santun atau adab, agar ilmunya berkah.

Sedang di sekolah berbasis agama non muslim, tiap hari siswanya diajari untuk berdoa, ada kajian Al Kitab dan muridnya diajari untuk menghormati orang tua dan gurunya.

Muridnya selalu mengucapkan terima kasih kepada gurunya, jika selesai pembelajaran.

Penulis tahu hal ini, karena penulis pernah ngajar di sekolah berbasis agama Islam, Khatolik dan Budha. Jayalah Indonesiaku. ***

 

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================